Timnas putra, pada laga dan nomor pertandingan terakhir di cabang olahraga Sepak Takraw, berhasil menggaet medali emas ke-31 bagi Indonesia setelah mengalahkan Jepang di final quadran putra.
Hasil tersebut merupakan keberkahan bagi timnas yang berhasil menjadi juara setelah sebelumnya mengalami sejumlah kegagalan pada lima dari enam nomor Sepak Takraw yang dipertandingkan di Asian Games 2018.
Perolehan itu menjadi yang pertama bagi Indonesia sejak Sepak Takraw pertama kali dipertandingkan pada Asian Games 1994 di Hiroshima Jepang.
Namun perolehan satu perunggu dari tim putri, serta dua perunggu dan satu perak dari tim putra, tidak membuat timnas merasa puas dengan hasil tersebut.
Terlebih setelah kegagalan timnas putra pada nomor regu yang harus dikalahkan oleh Malaysia pada babak final.
Meski memperoleh medali perak, namun nomor regu putra merupakan salah satu nomor yang ditargetkan medali emas.
Asry Syam, pelatih timnas Sepak Takraw, mengatakan bahwa keberhasilan anak didiknya pada pertandingan final quadran putra tidak hanya soal teknik dan strategi, tapi juga kekuatan mental.
Baca juga: Pelatih sepak takraw : Kekuatan mental faktor penentu kemenangan
Dalam Sepak Takraw, faktor psikologis atau mental merupakan peran kunci karena bisa berdampak pada gaya permainan atlet di lapangan.
Pada pertandingan-pertandingan sebelumnya, berulang kali timnas putra dan putri mengalami kekalahan karena faktor kekuatan mental.
Bahkan Nofrizal, salah satu "Killer" di tim Sepak Takraw putra mengakui mentalnya sempat goyah saat menghadapi Jepang dalam laga final kemarin.
Belum lagi jika melihat aksi tim putri yang tidak maksimal selama Asian Games di Palembang, jelas terlihat kematangan mental hanya dimiliki oleh atlet-atlet senior seperti Lena-Leni, Florens, dan beberapa lainnya.
Asry tahu betul, kemampuan anak didiknya di aspek teknik dan materi sudah sangat baik dan bisa disandingkan dengan kualitas dari Malaysia atau Thailand, namun lagi-lagi aspek psikologis menjadi faktor penentu kekalahan atau kemenangan.
"Secara skill semua sama. Anak-anak kami kalau latih tanding dengan Thailand kemampuannya sama, bisa menang. Tapi akan berbeda saat situasi pertandingan," katanya menegaskan.
Mengetahui bahwa faktor psikologis begitu penting, pelatih asal Gorontalo ini pun berharap kepada pemerintah dan pengurus pusat agar melakukan upaya yang bertujuan memperkokoh mental atlet.
Ke depan, diharapkan tidak hanya diperbanyak pelatihan tetapi juga meningkatkan jadwal mengikuti kompetisi tidak hanya di dalam, namun juga luar negeri.
Dengan lebih banyak pengalaman kompetisi yang dimiliki, jam terbang atlet pun bertambah, mental semakin matang, emosi dan kesabaran di arena pun akan semakin terarah.
Baca juga: Tumbangkan Jepang, Indonesia rebut medali emas sepak takraw
Kendala Anggaran
Rencananya, pada akhir bulan ini akan dilangsungkan "King's Cup" di Thailand, sebuah kompetisi Sepak Takraw bergengsi berkelas internasional dari Negeri Gajah Putih tersebut.
Sebagai seorang pelatih profesional, Asry tentu memiliki hasrat tinggi untuk mengirim timnya mengikuti kejuaraan tersebut.
Akan tetapi, ia memberikan isyarat yang kurang mengenakan.
Pasalnya belum diketahui secara pasti apakah ia bersama anak didiknya apakah akan berangkat mengikuti kegiatan tersebut atau tidak.
Kendalanya anggaran, kata Asry, secara singkat saat disinggung mengenai keikutsertaan timnas dalam King's Cup.
Ia menjelaskan timnya belum bisa memastikan apakah akan berangkat ke Thailand atau tidak, namun berharap ada solusi dari pengurus pusat sehingga harapan untuk kejuaraan tersebut bisa terwujud.
Mengikuti King's Cup, katanya melanjutkan, merupakan salah satu langkah guna mempertahankan prestasi yang telah diraih di Asian Games 2018.
Kualitas dan kemampuan atlet yang sudah memadai, harus ditambah dengan pengalaman bertanding di agenda berkelas dunia agar mentalnya kuat.
Mengikuti kompetisi adalah harga mati, satu-satunya cara untuk melatih mental atlet, katanya.
Terlebih pengurus pusat telah berencana untuk menjalankan pelatnas usai Asian Games untuk menghadapi SEA Games 2019 di Filipina, sehingga diharapkan pengalaman di Asian Games, King's Cup atau kejuaraan lainnya bisa menjadi bekal di tahun depan.
Malaysia dan Thailand adalah dua negara yang rutin mengikuti kompetisi, bahkan memiliki liga khusus Sepak Takraw, katanya mencontohkan.
"Mereka rutin, kalau mau ikut kompetisi juga mudah. Kalau kita, kemarin saja kita hanya satu kali ikut kompetisi untuk persiapan Asian Games ini," pungkas Asry menegaskan.
Menyikapi hal ini, Wakil Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Suwarno mengakui bahwa program pelatihan Sepak Takraw masih belum berjalan secara berkelanjutan.
Utamanya soal pertandingan yang selama ini belum berkesinambungan, termasuk pembinaan yang hanya berlangsung saat menghadapi suatu kompetisi.
Belum tertatanya pembinaan Sepak Takraw yang baik dikhawatirkan akan berdampak pada prestasi yang melorot.
"Kalau pelatnasnya tidak bagus ya prestasi pun tidak akan meningkat signifikan. Solusinya hanya soal anggaran yang harus ditambah, kita belum diprioritaskan. Intinya harus nyambung dari setiap event agar berkesinambungan," pungkas Suwarno.
Usai perolehan medali emas ini, besar harapan Asry dan para atletnya agar Sepak Takraw di Indonesia mendapat perhatian yang lebih baik.
Menurut dia, Sepak Takraw selain memiliki nilai sejarah dan budaya, juga patut diapresiasi karena telah terbukti menorehkan prestasi bersejarah di Asian Games 2018.
Untuk pertama kalinya, Sepak Takraw Indonesia berhasil memperoleh medali emas, baik di Asian Games maupun di SEA Games.
Dengan prestasi ini, maka tidak lah salah jika Asry dan atlet meminta perhatian lebih kepada pemerintah.
Terlebih sejumlah menteri mulai dari Menpora Imam Nahrawi, Menko PMK Puan Maharani, hingga Menpan-RB Syafruddin pun telah meyaksikan secara langsung bagaimana para atlet telah menunjukkan semangat juang tinggi dengan hasil yang sangat membanggakan.
Baca juga: Menko Puan optimistis timnas sepak takraw raih medali
Pewarta: Roy Rosa Bachtiar
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018