Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan bahwa anggaran pendidikan dalam Rancangan Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2008 tidak turun, bahkan mengalami kenaikan menjadi 12,3 persen dibanding 2007 yang sebesar 11,8 persen. "Catatan saya, (anggaran pendidikan) tidak akan turun pada anggaran RAPBN 2008 karena 2007 besarnya 11,8 persen, sedangkan RAPBN 2008 besarnya 12,3 persen. Jadi ada peningkatan yang tepat dan dalam jumlah yang tidak kecil," katanya ketika menyampaikan Keterangan Pemerintah tentang Kebijakan Pembangunan Daerah di depan Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Jakarta, Kamis. Menurut Presiden, pemerintah dan DPR terus berupaya secara sungguh-sungguh untuk mencapai anggaran pendidikan 20 persen sesuai amanat Konstitusi. Namun, lanjutnya, dalam penyusunan APBN, anggaran untuk pengurangan kemiskinan tidak dapat pula diabaikan. "Oleh karena itulah, dalam kaitan itu kita berupaya untuk menuju 20 persen," katanya. Sebelumnya di tempat yang sama, Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita memprihatinkan alokasi dana pendidikan dalam APBN dan APBD yang belum juga mencapai 20 persen. "Bahkan, kalau benar, kami membaca alokasi biaya pendidikan mengalami penurunan dari 11,8 persen menjadi 10 persen pada 2008," katanya. Ia mengatakan belum terlaksananya perintah UUD bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi sesuai Pasal 23 UUD juga menjadi tanggung jawab DPR. Pasal itu mengamanatkan RUU APBN dibahas pemerintah dan DPR dengan meminta pertimbangan DPD. "Setiap kali dan dalam kesempatan ini, DPD meminta agar ketentuan Konstitusi itu dipenuhi," katanya. Dalam kesempatan itu, DPD juga meminta pemerintah mengevaluasi kebijakan ujian akhir nasional (UN). "Kami pahami UN bertujuan mengukur kualitas dan standar pendidikan. Namun, UN sebagai penentu kelulusan dapat dinilai bertentangan dengan makna pendidikan sebagai sebuah proses pematangan pribadi dan bisa dianggap menciderai hak dan kewajiban pendidik untuk mengevaluasi dan memantau proses hasil belajar peserta didik," kata Ginandjar. Menanggapi masalah UN tersebut, Presiden Yudhoyono menyatakan sepakat bahwa kita tidak boleh lunak dan tidak boleh permisif terhadap mutu standar pendidikan nasional. "Kita tidak boleh kalah dengan pendidikan di negara-negara manapun. Tetapi pemerintah terbuka untuk terus menyempurnakan sistem evaluasi sebagaimana yang disampaikan oleh Ketua DPD, dengan prinsip tidak lunak untuk mutu tetapi mari kita pilih sistem yang tepat untuk pendidikan guna meningkatkan sumber daya manusia," katanya. Kerjasama Pertahanan Sementara itu, menyinggung Perjanjian Kerjasama Pertahanan (DCA) antara pemerintah Indonesia dengan Siangapura, Presiden menyatakan menerima saran DPD agar pemerintah pusat lebih meningkatkan konsultasi ke daerah agar semua nantinya bisa dilaksanakan dengan baik. "DCA itu sesungguhnya kerjasama kita dengan negara-negara sahabat termasuk dengan ASEAN, yang sudah lama kita jalankan," katanya sambil menambahkan bahwa masalah pertahanan adalah wewenang pemerintah pusat. Dalam menyusun kerjasama pertahanan (DCA) itu, kata Presiden, sudah diperhatikan aspek perikanan, lingkungan hidup, dan kegiatan masyarakat di daerah itu. (*)

Copyright © ANTARA 2007