Pekanbaru (ANTARA News) - Pemasang jerat kawat baja yang telah menewaskan satu harimau sumatera liar beserta janin dalam kandungannya di Kabupaten Kuantan Singingi terancam hukuman penjara lima tahun dan denda Rp100 juta berdasarkan Undang-Undang No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, kata Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Riau.

"Ada satu orang yang kita bawa dari lokasi. Inisialnya E, dan mengaku sebagai pemasang jerat," kata Kepala BBKSDA Riau Suharyono di Pekanbaru, Kamis.

"Pemasang jerat bisa dipenjara lima tahun dan denda Rp100 juta," ia menambahkan.

Ia menjelaskan bahwa sejauh ini E statusnya masih saksi karena mengaku memasang jerat untuk menangkap babi, bukan harimau sumatera, meski jerat yang dipasang cukup besar sehingga bisa mencengkeram perut harimau dan di sekitar lokasi kejadian ada jerat-jerat serupa.

"Keterangan saksi akan kita dalami, karena setiap orang yang memasang jerat mana pernah mau ngaku itu untuk menangkap harimau. Pasti bilangnya untuk menangkap babi," katanya.

Harimau sumatera yang diperkirakan berusia empat tahun ditemukan mati kena jerat di daerah perbatasan Desa Muara Lembu dan Pangkalan Indarung, Kabupaten Kuantan Singingi, Rabu (26/7).

Menurut Suharyono area tersebut berada di luar kawasan hutan, namun masih dalam area jelajah harimau sumatera di lanskap Rimbang Baling.

Tim Rescue BBKSDA yang menerima laporan dari warga mengenai satu harimau liar yang terjerat di daerah tersebut melakukan penyisiran selama dua hari sebelum menemukan satwa terancam punah itu dalam kondisi mati. Mereka menemukan bangkai harimau sumatera menggantung di pinggir jurang dengan jerat kawat baja membelit perutnya.

"Diperkirakan harimau tersebut berhasil meloloskan diri dari jerat, namun tali jerat tersangkut di semak dan membelit pinggangnya sehingga menggantung di tepi jurang dan membuatnya mati," kata Suharyono.

Baca juga: Harimau Sumatera mati terjerat kawat ternyata bunting
 

Pewarta: Febrianto Budi Anggoro
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018