Makassar (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) tidak memasalahkan berkurangnya porsi kepemilikan sahamnya di PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) karena adanya rencana penambahan modal ke perusahaan itu melalui penyertaan modal negara (PMN) dalam rangka penguatan program penjaminan kredit kepada usaha kecil dan mikro (UKM). "Askrindo memang memerlukan tambahan modal untuk memperkuat program penjaminan kredit kepada UKM, terserah kepada pemerintah mau nambah berapa, kita nunggu saja, mau diambil asetnya seluruhnya oleh pemerintah juga silahkan," kata Deputi Gubernur BI, Budi Rochadi di Makassar, Selasa. Budi menyatakan hal itu usai membuka seminar mengenai pengembangan ekonomi Indonesia Timur yang diikuti penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antar berbagai pihak di Propinsi Sulawesi Selatan dalam rangka pengembangan ekonomi kawasan timur Indonesia. Bagi BI, menurut Budi, yang terpenting adalah Askrindo dapat menjalankan fungsinya untuk membantu UKM dalam memperoleh kredit bank/lembaga keuangan melalui penjaminan kredit. Budi mengakui, hingga saat ini kelemahan dari pengusaha kecil dan mikro untuk memperoleh kredit perbankan adalah masalah penyediaan jaminan atau agunan. Askrindo dirikan pada 1 April 1971 (36 tahun lalu) dengan komposisi kepemilikan sahamnya terdiri dari BI sebesar 55 persen (Rp220 miliar) dan pemerintah (Departemen Keuangan/Menneg BUMN) sebesar Rp180 miliar. Dengan adanya rencana PMN dari pemerintah maka komposisi kepemilikan saham akan berubah. Sebelumnya pemerintah merencanakan adanya PMN kepada Askrindo sebesar Rp1,4 triliun dan kepada Perum Sarana Pengembangan Usaha (SPU) sebesar Rp50 miliar. Rencana tersebut sudah diajukan oleh pemerintah kepada pihak DPR (Komisi XI) namun hingga saat ini belum mendapat persetujuan dari DPR. Dana untuk PMN itu dialokasikan di APBNP 2007. Menurut Budi Rochadi, pemerintah daerah dapat ikut berperan serta dalam penjaminan kredit kepada UKM antara lain melalui penempatan dana pemda di Lembaga Penjaminan Daerah. "Mengingat sektor UKM umumnya adalah sektor informal yang yang tidak memiliki bargaining power yang cukup, maka keberadaan lembaga penjamin kredit daerah sangat diharapkan mampu mengatasi masalah jaminan/agunan yang dihadapi UKM," kata Budi. Menurut dia, adanya skim penjaminan kredit daerah pada dasarnya merupakan bagian dari strategi untuk memberdayakan pelaku sektor UKM yang kerap dimarjinalkan. "Melalui proses penjaminan kredit ini, hampir seluruh komponen industri keuangan mulai dari bank umum, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), asuransi, ditambah dengan Pemda akan terlibat secara aktif dalam memberdayakan UKM," kata Budi.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007