Jakarta (ANTARA News) - Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta tentang Ketertiban Umum bisa saja dibatalkan jika bertentangan dengan perundang-undangan yang lebih tinggi dan melanggar kepentingan umum. Kepala Pusat Penerangan Departemen Dalam Negeri Saut Situmorang di Depdagri Jakarta, Selasa mengatakan, suatu kebijakan daerah (Perda) yang melanggar dua ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi dan melanggar kepentingan umum maka akan diminta untuk dibatalkan atau diubah. Pembatalan dan pengubahan perda tersebut, dapat dilakukan oleh daerah yang bersangkutan, tapi juga bisa oleh departemen. "Ada juga yang dibatalkan oleh Departemen Dalam Negeri (Depdagri)," Kata Saut. Saut mengatakan, hingga saat ini pihaknya belum menerima tembusan perda DKI tentang Ketertiban Umum tersebut. "Nanti tentu tembusan perdanya akan kita pelajari dulu," kata Saut yang juga mengatakan bahwa ada empat jenis perda yang harus dievaluasi dulu baru diberlakukan (Perda tentang APBD, Perda tentang Pajak Daerah, Perda tentang Retribusi Daerah, dan Perda tentang Tata Ruang). Sebelumnya pada Senin (10/9), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta menyetujui rancangan peraturan daerah Ketertiban Umum untuk kemudian disahkan menjadi perda yang berlaku di seluruh wilayah DKI Jakarta. Dalam raperda tersebut, pada Pasal 40 disebutkan penduduk dilarang menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil di tempat umum. Bagi pelaku dan mereka yang memberikan uang terancam denda Rp100.000 sampai Rp20 juta atau kurungan dua bulan. Raperda juga melarang joki "three in one", menjadi PSK, penyedia PSK, pengguna PSK, larangan mengidap penyakit yang meresahkan masyarakat untuk memasuki tempat umum. Para pedagang juga dilarang berjualan di trotoar atau kawasan yang dilarang sebagai kawasan larangan berdagang. Juga ada larangan angkutan umum jenis bajaj dan bemo dengan mesin dua tak. Sanksi atas pelanggaran aturan tersebut, berupa ancaman denda berkisar Rp100 ribu sampai Rp50 juta atau kurungan 60 hari sampai 180 hari.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007