Semarang (ANTARA News) - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengisyaratkan sikap setuju terhadap rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Semenanjung Muria, Kabupaten Jepara, dengan sejumlah syarat. Wakil Gubernur Jateng, Ali Mufiz dalam sambutan tertulis pada diskusi "Pembangunan PLTN, Manfaat dan Bahayanya" di Semarang, Rabu mengemukakan, dari sisi ekonomi dan kesejahteraan, pada hakikatnya pembangunan PLTN merupakan langkah positif dan untuk antisipasi terjadinya krisis energi minyak bumi. Tetapi sebelum pembangunan PLTN itu diwujudkan, menurut Wagub, setidaknya ada lima langkah yang harus ditempuh. Wagub dalam sambutan tertulis yang dibacakan Staf Ahli Bidang Pembangunan, Energi, dan Pertambangan, Edi Haryono mengatakan, harus dilakukan pencermatan terhadap lokasi yang akan dibangun, dengan tetap memerhatikan aspek lingkungan sehingga dapat menepis kekhawatiran masyarakat terhadap PLTN. Dengan demikian, katanya dalam diskusi yang diadakan Kelompok Diskusi Wartawan (KDW) itu, masyarakat tidak hanya memperoleh manfaatnya saja tetapi juga merasa aman dan nyaman. Syarat kedua, menyangkut aspek sosial ekonomi masyarakat, dengan memberikan prioritas lapangan kerja, pendapatan, dan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar lokasi PLTN. Ketiga, pemerintah harus melakukan sosialisasi intensif mengenai arti pentingnya PLTN dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Langkah keempat, menurut Wagub, kesan negatif masyarakat terhadap nuklir masih berlebihan, karena itu agar lingkungan lokasi PLTN menjadi lebih nyaman, perlu dipikirkan penyediaan infrastruktur publik yang memadai, seperti jalan, puskesmas, dan sekolah. Syarat kelima, menurut Wagub, pembangunan PLTN harus disertai peningkatan disiplin masyarakat sekitar dan para petugas. Selain itu, harus disertai sistem keselamatan berteknologi tinggi sehingga kekhawatiran munculnya bahaya PLTN tidak terjadi. Di tempat sama, Ketua Masyaraikat Reksa Bumi (Marem), Dr. Lilo Sunaryo membantah bahwa Indonesia tengah mengalami krisis energi sehingga PLTN menjadi jawaban untuk mengatasi masalah ini. Menurut dia, potensi energi minyak bumi Indonesia setidaknya bisa menutup kebutuhan 18 tahun mendatang karena produksinya mencapai 1,125 juta barel per hari, 514 ribu barel untuk diekspor dan 487 ribu barel diperoleh dari impor. Selain itu, produksi gas alam mencapai 8,35 BSCF (billion standard cubic feet) per hari, 4,48 BSCF di antaranya diekspor, dengan potensi 61 tahun. Potensi lebih tinggi lagi pada batubara, dengan produksi 131,72 juta ton per tahun, 92,50 juta ton diekspor, dengan potensi 147 tahun. Selain sumber energi dari fosil, kata Lilo, potensi energi terbarukan di Indonesia juga melimpah, misalnya panas bumi yang mencapai 27 GW (giga Watt), tenaga air (75,67 GW), surya (4,8 kwh/m2/hari), biomassa (49,81 GW), energi angin (3-6 M/DTK), dan sumber energi lain yang belum sepenuhnya dikelola secara optimal. Menurut kalkulasi Lilo, dengan pertumbuhan listrik 7,2 persen/tahun dan kapasistas listrik saat ini 29 GW serta kebutuhan listrik pada tahun 2025 diasumsikan mencapai 90 GW, maka dengan mendayagunakan potensi energi terbarukan tidak perlu membangun PLTN yang hanya menghasilkan 4 GW. Pada 2025 ada pengembangan panas bumi dengan pasokan sebesar 9,5 GW dan tenaga air 4,2 GW.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007