Batam,  (ANTARA News) - Rencana investasi pembuatan bijih plastik menggunakan bahan baku limbah plastik impor di Kota Batam Kepulauan Riau harus memperhatikan semua aspek, dan bila membayakan lebih baik tidak dilanjutkan, kata Gubernur Kepri Nurdin Basirun.

"Semuanya harus dilihat, semuanya harus dipertimbangkan. Kalau tidak membahayakan silahkan, tapi kalau membahayakn, tidak usah," kata Gubernur di Batam, Selasa.

Penanam modal berniat berinvestasi pengelolaan limbah plastik di Batam, dan sudah mengurus sebagian perizinannya kepada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas Pelabuhan Bebas Batam, sebagai pengelola kawasan industri.

Namun, rencana itu ditolak Pemkot Batam karena mengkhawatirkan dampak lingkungan dari industri yang menggunakan sampah plastik yang didatangkan dari luar negeri itu.

Ia menolak memberikan komentar lebih lanjut, karena mengaku tidak mendapatkan laporan teknis secara utuh. Namun Gubernur terus memantau perkembangan rencana investasi bijih plastik perusahaan asal Tiongkok itu melalui media.

"Kalau tidak berdampak pada lingkungan, Alhamdulillah. Ada pernyataan dari pusat, semua harus dilihat," kata Gubernur.

Pemkot menolak rencana impor plastik bekas oleh penanam modal yang ingin mengolah limbah menjadi bijih plastik karena dikhawatirkan akan merusak lingkungan.

"Kami tidak sepakat dengan rencana itu. Kami bukannya menolak investasi, tapi menyelamatkan kota untuk 20 tahun ke depan. Untuk anak cucu kita, karena pembangunan yang dilakukan pemerintah sekarang ini juga untuk dinikmati di masa yang akan datang," kata Wali Kota Batam Muhammad Rudi.

Ia menegaskan, Pemkot Batam mendukung penanaman modal, namun semua aspek harus dipelajari sebelum menerima investasi.

"Intinya, kami akan terima investasi, tapi jangan lihat dari uangnya saja. Tapi efek perusahaan harus dipikirkan," kata dia.

Berdasarkan informasi, kata wali kota, tidak semua plastik terpakai dalam industri pengelolaan limbah plastik impor itu, melainkan menyisakan kotoran plastik sebanyak 30 persen. Padahal, plastik adalah bahan yang sulit terurai.

"Plastik ini diolah menjadi bijih plastik. Hasil olahan 30 persennya menjadi limbah. Kami tanya, mau dibawa ke mana limbah ini, dan itu tidak bisa dijawab mereka," kata Wali Kota.

Ia menegaskan, butuh ribuan tahun agar plastik bisa terurai bersama tanah, sehingga limbah plastik dari hasil pengelolaan plastik bekas itu akan menjadi persoalan yang baru bagi kota.

Bila pun akhirnya plastik dihancurkan menggunakan pemanasan tinggi, kata dia, maka akan mengeluarkan racun yang berbahaya bagi masyarakat sekitar. Bahkan bisa sampai menjadi kanker di tubuh masyarakat.

"Siapa yang mencium (pencemaran) ini. Tentunya masyarakat," kata Wali Kota.

Selain itu, bahan plastik bekas juga tidak bisa diidentifikasi asalnya. Apakah dari sisa makanan, atau bahkan limbah dari bahan kimia dari perlengkapan kesehatan, yang justru akan menambah masalah tambah banyak.

"Plastik bekas, dari mana asalnya enggak tahu. Kemungkinan bekas daging, bisa juga bekas bungkus bahan kesehatan, bahan kimia itu yang diolah, itu dimasukkan dari luar. Kami enggak tahu bekas apa saja," kata dia.

Bila saja bahan baku yang digunakan berasal dari dalam negeri, kata dia, pemerintah akan mempertimbangkannya. Namun, kalau diimpor, maka akan ditolak.

Baca juga: Kementerian Perindustrian tarik investor optimalkan industri elektronik Batam

Baca juga: PT GMF AeroAsia matangkan rencana investasi di Batam

Pewarta: Yuniati Jannatun Naim
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2018