Brisbane (ANTARA News) - Amerika Serikat kemungkinan menyerang Iran dalam enam bulan ke depan untuk menghentikan kegiatan nuklir negara Timur Tengah itu, mengingat Iran merupakan salah satu negara di kawasan Teluk dengan cadangan minyak terbesar di dunia, kata penulis buku tentang Alqaida. "Saya perkirakan serangan itu terjadi dalam enam bulan ke depan," kata penulis buku "The Secret History of Al Qaida" (Sejarah Rahasia Alqaida) Abdel Bari-Atwan kepada ANTARA News seusai berbicara di depan puluhan dosen, mahasiswa dan pengamat masalah Timur Tengah di Kolese Emmanuel Universitas Queensland, Brisbane, Rabu. Penyerangan terhadap Iran itu kemungkinan dilakukan Amerika Serikat melalui serangan udara seperti yang dilakukannya saat menyerbu Irak pada 20 Maret 2003, kata pemimpin redaksi suratkabar "Al-Quds Al-Arabi" kelahiran Palestina itu. Kemungkinan pecah benturan baru di kawasan Timur Tengah itu didasarkan atas analisis bahwa sulit bagi Amerika Serikat menerima Iran masuk ke dalam kelompok negara nuklir. Sebaliknya, Iran pun tidak akan mau menghentikan program nuklirnya, yang ditentang Amerika Serikat dan sekutunya. "Saya tidak yakin Iran akan diterima Amerika Serikat menjadi bagian dari kelompok negara nuklir, tapi saya pun tak yakin bahwa Ian akan menghentikan program nuklirnya. Saya pikir akan ada bentrokan melawan Iran, karena Iran menguasai sebagian besar cadangan minyak dunia, yang dinilai Amerika Serikat mengancam dominasinya," kata Abdel Bari-Atwan. Jika konfrontasi dengan Iran itu tidak langsung dilakukan Amerika Serikat, Israel bisa saja yang melakukannya, kemudian Amerika Serikat membantu Israel saat Iran, yang dibantu Hizbullah membalas serangan Israel itu, katanya, "Namun, apa pun skenarionya, perang baru itu justru semakin berdampak buruk terhadap kehidupan rakyat di Timur Tengah." Dalam keadaan perang, pasokan air sangat mungkin tercemar dan menjadi ancaman nyata bagi kawasan tersebut, katanya, "Seandainya perang itu terjadi, Iran diperkirakan menutup selat Hormuz, sehingga mengganggu pengapalan minyak dan pada akhirnya mengganggu pasokan minyak dunia." "Berapa harga minyak dunia jika perang dengan Iran itu terjadi? Sekarang pun, harga minyak dunia mencapai 80 dolar Amerika Serikat (sekitar 720.000 rupiah) sebarel," katanya. Tentang peran Arab Saudi di Timur Tengah, Abdel Bari-Atwan menyatakan kerajaan itu tidak menyukai keberadaan kekuatan dominan di antara negara Teluk, karena dominasi dirasakan sebagai ancaman baginya, termasuk program nuklir Iran. Bagi Amerika Serikat, yang merupakan negara pemakai terbesar minyak di dunia, "siapa" yang akan mengendalikan cadangan minyak dunia sangat mengkhawatirkannya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007