Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi meminta pemerintah berhati-hati dan lebih teliti dalam menyikapi laporan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan Bank Dunia bahwa Soeharto adalah pemimpin terkorup di dunia. "Pemerintah harus teliti. Itu reaksi Barat, Bank Dunia dan PBB, untuk keuntungan Indonesia atau bahkan ingin mengaduk-aduk Indonesia," kata Hasyim di Jakarta, Jumat. Hasyim mengaku curiga atas laporan yang menempatkan mantan penguasa Orde Baru tersebut pada urutan pertama dalam daftar pemimpin dunia yang diduga merampas kekayaan negara dalam jumlah besar. Kecurigaan Hasyim didasari bahwa selama ini dunia Barat, juga Bank Dunia dan PBB, tidak pernah turut campur terhadap pengusutan dugaan korupsi presiden RI ke-2 itu. Dikatakannya, serangkaian proses hukum telah dijalankan sejak Soeharto turun dari kursi kepresidenannya, namun kedua lembaga dunia itu tak pernah ikut campur. "Selama ini, isu (dugaan korupsi Soeharto) itu sudah bergulir. Tapi kenapa sekarang mendadak Bank Dunia dan PBB melaporkan bahwa Soeharto merupakan pemimpin terkorup di dunia," katanya. Terlepas benar atau tidak Soeharto pemimpin paling korup di dunia, Hasyim meminta pemerintah meneliti lebih dahulu apakah ada unsur politisasi atau tidak dalam laporan tersebut. Pasalnya, persoalan ekonomi juga tidak bisa dilepaskan dari kepentingan politik. "Sekali lagi, laporan tersebut untuk kebaikan Indonesia atau hanya ingin mengaduk-aduk Indonesia saja. Itu yang diteliti dulu oleh pemerintah," katanya. Soeharto, presiden RI selama 32 tahun, ditempatkan pada urutan pertama dalam daftar pemimpin dunia yang diduga merampas kekayaan negara dalam jumlah besar. Daftar tersebut tercantum dalam buku panduan yang dikeluarkan oleh PBB dan Bank Dunia bersamaan dengan peluncuran Prakarsa Penemuan Kembali Kekayaan Yang Dicuri (Stolen Asset Recovery (StAR) Initiative) di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat, Senin (18/9). Peluncuran itu dihadiri oleh Sekjen PBB Ban Ki-moon, Presiden Bank Dunia Robert B Zoellick, dan Direktur Kantor PBB untuk masalah Obat-obatan terlarang dan Kejahatan (UNODC) Antonio Maria Costa, serta para pejabat tinggi sejumlah negara anggota PBB, termasuk Deputi Wakil tetap RI untuk PBB, Adiyatwidi Adiwoso dan Direktur Perjanjian Internasional Deplu-RI, Arif Havas Oegroseno. Daftar tersebut mencantumkan Mohamad Suharto (1967- 1998) pada urutan teratas tabel berjudul Perkiraan Dana yang Dicuri dari Sembilan Negara. Kekayaan negara yang diperkirakan dicuri Soeharto berjumlah 15 miliar dolar hingga 35 miliar dolar AS. Padahal, berdasar temuan PBB-Bank Dunia, perkiraan total produk domestik bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya pada rezim Soeharto 1970-1998 sebesar 86,6 miliar dolar AS.(*)

Pewarta:
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007