Jakarta (ANTARA News) - Tim Jaksa Pengacara Negara (JPN), mengajukan permohonan sita jaminan terhadap aset mantan Presiden Soeharto dan Yayasan Beasiswa Supersemar, terkait gugatan perdata yang dilayangkan negara melalui Kejaksaan Agung. Hal itu disampaikan oleh Tim JPN yang diketuai oleh Dachmer Munthe dalam sidang perkara tersebut di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin. JPN mengajukan sita jaminan terhadap aset berupa tanah dan bangunan gedung Granadi yang berlokasi di Jalan HR. Rasuna Said Kav. 8-9, Kuningan, Jakarta Selatan. Dalam surat gugatan, JPN menjelaskan permohonan sita jaminan itu diajukan karena ada kekhawatiran Soeharto dan Yayasan Supersemar akan memindahkan atau melarikan aset tersebut. JPN meminta putusan sita jaminan dijatuhkan sebelum sidang memasuki tahap pembuktian dan tetap berlaku meski ada upaya perlawanan, banding, maupun kasasi. Gugatan perdata terhadap Soeharto dan Yayasan Beasiswa Supersemar diajukan terkait dugaan penyelewengan dana pada yayasan tersebut yang sekaligus diketuai Soeharto. Kejaksaan juga menuntut pengembalian dana yang telah disalahgunakan senilai 420 juta dolar AS dan Rp185,92 miliar, ditambah ganti rugi imateriil Rp10 triliun. Menurut Ketua Tim Jaksa Pengacara Negara (JPN) Dachmer Munthe, yayasan tersebut pada awalnya bertujuan menyalurkan beasiswa kepada pelajar dan mahasiswa kurang mampu sejak tahun 1978 dengan menghimpun dana negara melalui bank-bank pemerintah dan masyarakat. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1976 tentang Penetapan Penggunaan Sisa Laba Bersih Bank-Bank Milik Pemerintah, yang kemudian diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 373/KMK.011/1978, serta Pasal 3 Anggaran Dasar Yayasan Supersemar, seharusnya uang yang diterima disalurkan untuk beasiswa pelajar dan mahasiswa, namun pada praktiknya tidak demikian dan telah terjadi penyelewengan. Penyelewengan dana itu, menurut JPN, merupakan perbuatan melawan hukum sesuai pasal 1365 KUHPerdata. Dalam pengajuan gugatan itu, Kejakgung akan menghadirkan 15 hingga 20 saksi untuk memperkuat substansi gugatan. Sebelumnya pada 21 Agustus 2000 Kejaksaan Agung berupaya menyeret mantan Presiden Soeharto menjadi pesakitan dalam perkara pidana dugaan korupsi pada tujuh yayasan termasuk Yayasan Supersemar, namun upaya itu gagal karena Soeharto sakit dan dinyatakan tidak dapat diadili. Pada 11 Mei 2006, Kejaksaan Agung mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara (SKP3) HM Soeharto dan mengalihkan upaya pengembalian keuangan negara melalui pengajuan gugatan perdata.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007