Jakarta (ANTARA News) - Badan Restorasi Gambut (BRG) akan menambah 30 alat  pemantau tinggi muka air (TMA) gambut untuk pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di enam provinsi pada 2019. 

Kepala Kelompok Kerja Pengembangan Data BRG Abdul Karim Mukharomah di Jakarta, Rabu, mengatakan ada 20 alat pemantau TMA yang didanai BRG sedangkan 10 lainnya akan didanai donor. 

Hingga saat ini, Abdul mengatakan sudah ada 142 alat pemantau TMA yang ditempatkan di tujuh provinsi prioritas restorasi gambut. Alat-alat dilengkapi sensor yang dapat mengukur kelembapan tanah gambut, tingkat curah hujan, suhu dan kelembapan udara serta kecepatan angin. 

Sebanyak 38 alat pantau TMA yang sudah terpasang merupakan teknologi Jepang, sebanyak empat merupakan Morpalaga, 100 belum memiliki nama merupakan teknologi pengembangan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). 

Dari keseluruhan alat itu perekamannya dilakukan setiap 10 menit dan setiap 1 jam data akan terkirim ke server untuk diolah lalu ditampilkan di situs http://sipalaga.brg.go.id. 

Sistem pemantauan TMA gambut ini, menurut dia, penting mengingat kemarau 2019 akan lebih panjang, bahkan sudah mulai terbakar di Riau.

Deputi IV Bidang Penelitan dan Pengembangan BRG Haris Gunawan mengatakan bertepatan dengan perayaan ulang tahun ke-3 badan khusus yang dibentuk presiden untuk merestorasi gambut ini akan secara resmi diluncurkan Sistem Pemantauan Air Lahan Gambut (SIPALAGA).

Sistem ini, Haris mengatakan merupakan platform pemantau data real-time yang didapat dari alat pantau TMA yang tersebar di 7 provinsi prioritas restorasi gambut, yakni Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Papua. 

Menurut dia, ini dapat menjadi sistem peringatan dini untuk pencegahan bencana karhutla di lahan gambut yang dapat menyebabkan kabut asap. Berkurangnya air di lahan gambut memberikan dampak negatif antara lain penurunan TMA, penurunan permukaan gambut, emisi CO2, terjadinya kebakaran dan kekeringan total (irreversible drying). 

Perekayasa Pusat Teknologi Sumber Daya Wilayah Kedeputian Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam BPPT Awaludin mengatakan pihaknya hanya berperan pada riset dan pengembangan sistem SIPALAGA. Tetapi tindak lanjut penanganan dari informasi yang dihasilkan menjadi kewenangan instansi lain. 

Teknologi ini, menurut dia, cukup canggih karena mampu mencatat dan mengirimkan data sendiri dengan memanfaatkan jaringan telekomunikasi GSM. 

Saat ini sistem ini masih pasif, pengguna hanya bisa mengakses melalui situs, yang nantinya dapat juga dilihat melalui aplikasi Android. 

Masyarakat nantinya juga dapat melihat informasi di situs SIPALAGA yang menunjukan kondisi TMA gambut pada kondisi aman (hijau), siaga (kuning), bahaya (merah). Kondisi merah artinya TMA lebih rendah dari 40 cm di bawah muka lahan gambut, sedangkan kondisi siaga artinya TMA 40 cm di bawah muka lahan gambut. 

Baca juga: UN Environment siap danai Pusat Lahan Gambut Tropis

Baca juga: BRG bantah realisasi restorasi gambut Riau di bawah 10 persen

Baca juga: El Nino datang, KLHK mulai antisipasi karhutla


Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019