Jakarta (ANTARA News) - Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly membantah memberikan grasi kepada otak pembunuh wartawan Radar Bali AA Gde Bagus Narendra Prabangsa, I Nyoman Susrama.

"Itu bukan grasi, remisi perubahan. Remisi," kata Yasonna di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu,

Yasonna mengatakan bahwa pemberian perubahan ini dengan pertimbangan bahwa I Nyoman Susrama hampir sepuluh tahun di penjara dan berkelakuan baik, juga mempertimbangkan umumrnya yang sudah tua.

"Dia sudah 10 tahun (dipenjara) tambah 20 tahun, 30 tahun. Umurnya sekarang sudah hampir 60 tahun. Dan dia selama melaksanakan masa hukumannya, tidak pernah ada cacat, mengikuti program dengan baik, berkelakuan baik," ungkap Yasonna.

Menkumham juga menegaskan bahwa pemberian remisi perubahan terhadap I Nyoman Susrama dari hukuman penjara seumur hidup menjadi 20 tahun penjara telah melalui proses cukup lama.

Yasonna mengungkapkan bahwa proses remisi perubahan ini diusulkan oleh Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) setelah melihat rekam jejak dia dan dibawa ke tim pengamat Pemasyarakatan (TPP) untuk diusulkan ke Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM.

"Di Kanwil dibahas lagi. Kanwil membuat rapat kembali ada TPP-nya lagi, diusulkan lagi rekomendasinya ke Dirjen PAS. Dirjen PAS rapat kembali buat TPP lagi, karena untuk prosedur itu sangat panjang baru diusulkan ke saya," katanya.

Yasonna juga mengungkapkan bahwa keputusan pemberian remisi perubahan ini juga melibatkan institusi lain.

"Jadi jangan dipikir ini hanya sekali, dua kali. Banyak sekali kejadian seperti ini.Apalagi ini bukan extraordinary crime (kejahatan luar biasa)," katanya.

Yasonna kembali mengatakan bahwa pemberian perubahan hukuman dari seumur hidup ke 20 tahun penjara ini karena terpidana sudah berubah baik.

"Jadi jangan melihat sesuatu sangat politis, orang dihukum itu tidak dikasih remisi. Nggak muat itu Lapas kalau semua yang dihukum nggak pernah dikasih remisi," katanya.

Sebelumnya, AJI Denpasar menyesalkan pemberian grasi oleh Presiden terhadap I Nyoman Susrama yang menjadi otak pembunuh wartawan Radar Bali, Jawa Pos Grup, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa.

Menurut Aji Denpasar, pemberian grasi tersebut adalah langkah mundur terhadap penegakan kemerdekaan pers.

AJI menilai pengungkapan kasus pembunuhan wartawan di Bali pada 2010 saat itu menjadi tonggak penegakan kemerdekaan pers di Indonesia.

Ini karena sebelumnya tidak ada kasus kekerasan terhadap jurnalis yang diungkap secara tuntas di sejumlah daerah di Indonesia, apalagi dihukum berat, kata AJI dalam pernyataaanya. 

Baca juga: Wapres: Pemerintah biasa dikritik termasuk soal grasi pembunuh wartawan

 

Pewarta: Joko Susilo
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019