Jakarta (ANTARA News) - Anggota DPR dari Fraksi PAN, Dradjad Wibowo mengatakan, rencana pemerintah untuk melakukan hair cut atau pemotongan kredit macet (NPL) Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebesar Rp17,9 triliun bakal terhambat oleh regulasi yang ada, yaitu UU 17/2003 tentang Keuangan Negara dan PP 33/2006 tentang restrukturisasi piutang bank BUMN. "Komplikasinya akan muncul lagi, seperti pada penyelesaian utang korporasi. PP 33/2006 mengatur penyelesaian utang secara korporasi, namun UU Keuangan Negara mewajibkan penggunaan mekanisme penghapusan piutang negara," kata Dradjad di Jakarta, Rabu. Berdasarkan UU 17/2003, penghapusan piutang negara hingga Rp10 miliar harus berdasarkan persetujuan Menkeu, hingga Rp50 miliar harus ada persetujuan Presiden, dan hingga Rp100 miliar harus persetujuan DPR. "Harus ada kebijakan tertulis dari Menkeu dan Meneg BUMN," katanya menjelaskan solusi yang dimungkinkan dalam polemik tersebut. Selain itu, tambahnya, perlu ada pengkategorian UMKM yang memiliki kredit macet agar jelas siapa yang dapat diberi fasilitas itu dam siapa yang tidak. "Tidak semua debitur UMKM selalu berniat baik. Ada yang memang tergolong debitur nakal," katanya. Sebelumnya, pemerintah berencana menghapus kredit bermasalah UMKM yang berada di perbankan BUMN yang berjumlah sekitar Rp17,9 triliun. Jumlah itu berasal dari satu juta debitur UMKM yang tersebar di bank-bank BUMN dan berlaku bagi yang memiliki kredit macet di bawah Rp5 triliun. Sementara itu, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution malah mengatakan, menurut UU No.49/1960 tentang panitia urusan piutang negara (PUPN), restrukturisasi kredit macet di BUMN merupakan wewenang Ditjen Piutang dan Lelang Negara. Meski hal itu sudah sesuai dengan dengan ketentuan yang ada, Anwar mengatakan, penyelesaian kredit macet dengan PUPN tersebut dianggap kurang menghasilkan pengembalian (recovery rate) yang memuaskan. "Kita tahu lebih baguslah recovery rate kalau (penyelesaiannya) dilakukan oleh direksi perbankan daripada diserahkan ke birokrat-birokrat Depkeu. Tak tahu apa pun mereka itu," tegasnya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007