Palangka Raya (ANTARA) - Pemerintah pusat kembali diminta membuka keran ekspor rotan mentah karena banyak manfaatnya bagi masyarakat, dalam banyak aspek, khususnya bagi daerah penghasil rotan seperti Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.

"Pemerintah daerah mendukung agar keran ekspor rotan dibuka lagi daripada rotan banyak diseludupkan hingga akhirnya negara dirugikan. Ekspor rotan membawa efek berganda bagi masyarakat," kata Sekretaris Daerah Kotawaringin Timur Halikinnor di Sampit, Jumat.

Pemerintah melarang ekspor rotan mentah sejak akhir 2011. Kebijakan itu menimbulkan dampak luar biasa bagi masyarakat di daerah penghasil rotan, seperti Kotawaringin Timur karena harga anjlok dan permintaan sepi.

Kebijakan tersebut dikeluhkan masyarakat karena dinilai memukul ekonomi masyarakat kecil. Banyak warga yang kehilangan pekerjaan karena sektor rotan menjadi pekerjaan mereka sejak turun-temurun.

"Banyak kebun rotan yang dibabat dan diganti kebun sawit karena harganya rotan anjlok. Kalau negara lain seperti China, Malaysia dan lainnya sampai membuat rotan sintetis, akhirnya rotan kita tidak akan laku lagi," tambah Halikinnor.

Halikinnor mengapresiasi diskusi awal pekan tadi yang digagas Kantor Bea dan Cukai Sampit membahas kondisi sektor rotan. Banyak masukan dan usulan solusi agar sektor rotan kembali bisa diandalkan menjadi tumpuan hidup masyarakat.

Potensi produksi rotan di Kotawaringin Timur diperkirakan mencapai 15.000 ton, termasuk di kawasan pedalaman. Satu orang pengepul rotan bisa mengumpulkan rotan hingga 100 ton per bulan. Namun, saat ini banyak petani yang tidak memotong atau tidak memanen rotan karena harganya rendah.

Halikinnor mengakui, saat ini yang menjadi kendala karena pemerintah pusat menganggap rotan sebagai hasil hutan ikutan, padahal rotan, khususnya di Kotawaringin Timur merupakan hasil budidaya. Halikinnor meyakinkan itu karena sejak kecil dia sudah mengetahuinya bahkan pernah ikut menanam rotan.

Menurut Halikinnor, banyak efek ganda ekspor rotan mentah. Di antaranya dampak langsung terhadap perekonomian dan kesejahteraan masyarakat kecil yang bergantung pada sektor ini.

Selain itu, hutan akan tumbuh berkembang karena kayunya dibutuhkan untuk tempat merayap atau merambatnya rotan sehingga pohon tidak ditebang. Dengan begitu, pemerintah tidak perlu mengeluarkan biaya miliaran rupiah untuk penghijauan karena otomatis masyarakat juga akan menjaga hutan.

"Kami siap mendukung yang diperlukan supaya pemerintah pusat mengkaji kembali tentang larangan ekspor rotan mentah. Saat ini kalau harga anjlok, masyarakat tidak memanen rotan. Masa panen rotan itu sekitar enam bulan. Kalau larangan ekspor rotan mentah itu dibuka lagi maka harganya akan naik," demikian Halikinnor.

Baca juga: Menhut dukung larangan ekspor rotan
Baca juga: Pemerintah keluarkan larangan ekspor bahan baku rotan

Pewarta: Rendhik Andika/Norjani
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019