Jakarta (ANTARA) - Mantan Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, Idrus Markham, membantah meminta dana kepada pemegang saham Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd Johannes Budisutrisno Kotjo untuk membiayai musyawarah nasional luar biasa Partai Golkar.

"Sama sekali tidak ada (permintaan dana untuk munaslub), pada waktu itu Eni bahkan belum punya kapasitas sebagai bendahara dan belum bicara mmunaslub, karena baru bicara munaslub resmi pada 13 Desember 2017, Eni menggunakan nama saya secara paripurna luar biasa makanya saya tandai astafirullah," kata dia, di pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa.

Ia menjalani sidang pemeriksaan terdakwa karena didakwa bersama-sama dengan mantan anggota Komisi VII DPR dari fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih menerima janji pemberian hadiah sejumlah Rp2,25 miliar dari pemegang saham Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd Johannes Budisutrisno Kotjo terkait proses pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU MT) Riau-1.

Munaslub Golkar dilaksanakan pada 19-20 Desember 2017 dengan agenda mencari pengganti Setya Novanto sebagai ketua umum karena Setnov saat itu terjerat perkara korupsi KTP elektronik. Eni Maulani Saragih ditunjuk sebagai bendahra umum munaslub.

"Saya ke kantor Pak Kotjo pertama pada Maret 2017 saat itu saya minta infaq pemuda masjid dan pada akhir Mei atau awal Juni. Namun saya baca BAP (berita acara pemeriksaan) Eni yang luar biasa memberikan judul menggunakan nama saya secara fiktif, Eni menyebut nama saya tapi tidak pernah koordinasi dan mengatakan saya ikut bertemu dengan Pak Kotjo pada 25 November 2017 padahal hari itu adalah hari Sabtu," ungkap Idrus.

Dalam dakwaan disebutkan pada 25 November 2017, IDrus mengirimkan pesan melalui WhatsApp (WA) eminta uang sejumlah 3 juta dolar AS dan 400 ribu dolar Singapura kepada Johanes Budisutrisno Kotjo yang dijawab oleh Kotjo "senin di darat deh".

"Tidak ada saya hadir di kantor Pak Kotjo pada Desember 2017 dan Kotjo juga mengatakan 'lupa' karena Eni terlalu banyak mengirimkan 'whatsapp'," tambah Idrus.

Idrus menilai bahwa Eni pun tidak punya kapasitas apa-apa untuk meminta uang dari Kotjo.

"Saya paling bertanggung jawab di Golkar, Eni tidak punya kapasitas apa-apa karena bukan bendahara (umum) tapi sebenarnya siapa yang butuh uang? Saya atau Eni? kalau ini untuk munaslub Pak Kotjo kasih uang Rp6,75 miliar pertanyaannya cek itu ke siapa? Ternayta ke suaminya, kalau saya tahu saya larang, kalau cek untuk Golkar seharusnya itu dicairkan dari rekening Golkar. Munaslub Golkar itu pada Desember 2017 tapi dicairkan Maret 2018," tambah Idrus.

Dalam dakwaan disebutkan Idrus dan Eni menemui Kotjo di kantornya pada 5 Juni 2018 dan meminta Kotjo memenuhi permintaan Eni dengan mengatakan "tolong adik saya ini dibantu...buat pilkada".

"Eni pernah ke saya mengatakan ingin mengajak saya ikut proyek, tapi saya tidak mau, saya katakan tidak, jangan libatkan saya," ungkap Idrus.

Idrus bahkan mengaku pernah ditawarkan untuk ikut proyek lain selain PLTU Riau-I oleh Eni.

"Eni pernah menyampaikan ke saya, 'Bang saya sudah sampaikan Jambi 2, Jambi 3, tapi saya tegas megnatakan 'jangan libat-libatkan saya, katanya sedang sama Kotjo untuk proyek Riau-1 selesaikan satu dulu masa pindah-pindah, lalu Eni ternayta bicara dengan Pak Kotjo, 'kata Bang Idrus 1 dulu jangan 3', saya marah, saya tidak pernah bicara itu dengan Pak Kotjo," tambah Idrus.

Terkait perkara ini, Eni Maulani Saragih pada 1 Maret 2019 lalu telah divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan karena terbukti menerima Rp10,35 miliar 40 ribu dolar Singapura dari sejumlah pengusaha.

Rinciannya, uang sejumlah Rp4,75 miliar diperoleh dari Johanes Budisutrisno Kotjo karena membantu Kotjo untuk mendapatkan proyek "Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1) antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd dan China Huadian Engineering Company (CHEC), Ltd.

Sedangkan gratifikasi sejumlah Rp5,6 miliar dan 40 ribu dolar Singapura diperoleh dari beberapa direktur dan pemilik perusahaan yang bergerak di bidang minyak dan gas.

Sementara Johanes Budisturisno Kotjo dipidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan dan pidana denda sejumlah Rp250 juta.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019