Jakarta (ANTARA) - Dalam hitungan hari, atau sekitar akhir Maret 2019 masyarakat di Ibu Kota Jakarta bisa menjadi warga yang paling berbahagia seiring mulai beroperasinya Mass Rapid Transit (MRT).

Sama halnya di negara-negara maju, kehadiran MRT yang kemudian disebut Moda Raya Transportasi ini selain menjadi alternatif dalam mobilitas masyarakat dari satu tempat ke tempat lainnya, juga dapat mengurangi kemacetan Jakarta sekaligus menurunkan tingkat polusi udara.

MRT yang mulai dibangun pada 2014 dengan pengembangan jalur MRT Fase I Terminal Lebak Bulus hingga Bundaran Hotel Indonesia tersebut, kini diharapkan dapat mengurai kemacetan kota metropolitan.

Untuk memperkenalkan MRT ini kepada khalayak, PT MRT Jakarta melakukan uji publik selama periode 12-24 Maret 2019. Saat uji coba ini, masyarakat bisa mengakses 13 stasiun sepanjang koridor Lebak Bulus-Bundaran HI.

Mengutip laman resmi MRT Jakarta, masyarakat yang ingin mencoba harus melakukan registrasi di www.ayocobamrtj.com dengan mencantumkan identitas diri, nomor ponsel dan e-mail, kemudian menunggu verifikasi untuk bisa melangkah ke proses selanjutnya.

Animo masyarakat cukup tinggi. Seluruh lapisan mulai dari anak-anak, kelompok millenial hingga orang dewasa, dari masyarakat umum hingga pejabat antusias menaiki moda transportasi yang juga ramah terhadap penyandang disabilitas, orang lanjut usia, dan wanita hamil.

Stasiun MRT Bundaran HI menjadi pilihan terbanyak untuk stasiun keberangkatan.
Warga mengikuti uji coba publik pengoperasian MRT (Mass Rapid Transit) fase I koridor Lebak Bulus - Bundaran HI di Stasiun Bundaran HI, Jakarta, Selasa (12/3/2019). MRT Jakarta resmi dilakukan uji coba terhadap publik dari 12 hingga 24 Maret 2019 dengan menargetkan sebanyak 285 ribu penumpang. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/pras.
Berdasarkan pantauan di Stasiun MRT Bundaran Hotel Indonesia, ratusan orang terlihat mulai mengabadikan pengalamannya menaiki transportasi ini, mulai dari swafoto hingga berpose bersama teman atau keluarga. Mereka mengabadikan momen tersebut mulai dari pintu masuk hingga masuk ke dalam kereta.

Tidak hanya menggunakan ponsel, para pengguna MRT juga menggunakan kamera untuk mengabadikan momen bersejarah ini. Bahkan, beberapa pengunjung terlihat sedang membuat vlog.

"Haii, kami bersama rombongan mau jajal MRT nih," kata seorang warga sambil merekam gambarnya sendiri saat berkumpul jelang turun ke stasiun bawah tanah Bundaran HI, Kamis (14/3).

Tentunya kalangan milenial merupakan kelompok yang paling heboh. Dengan kamera ponsel, jepret, unggah, kirim. Rekam video kemudian berbagi ke teman-teman. Tidak sedikit juga remaja yang berlagak sebagai seorang reporter melaporkan langsung uji publik tersebut melalui media sosial.

Namun dalam suasana euforia dan padatnya warga yang hampir bersamaan mengaktifkan atau mengunggah foto dan video di media sosialnya, ada hal yang menarik perhatian.

Beberapa di antara warga yang sedang asyik menikmati perjalanan, justru berteriak karena jaringan operator yang digunakannya tidak tersedia terutama saat MRT melintas di bawah tanah.

Setengah berteriak ,"aduh sinyal hilang", pekik seorang remaja yang kelihatan panik karena "live streaming" yang dilakukannya melalui media sosial mendadak terputus. 

Namun, tidak seluruh penumpang merasa terganggu, karena jaringan komunikasi khususnya pemilik kartu seluler Telkomsel di sepanjang terowongan MRT tetap "online". Jaringan seluler Telkomsel tetap menjadi andalan bagi penumpang.

Pengalaman warga saat uji publik tersebut menggambarkan selain layanan kenyamanan teknologi yang diusung MRT tersebut, yang perlu diperhatikan adalah pentingnya sinyal telekomukasi saat melintasi area tunel.

Secara terpisah, Direktur Jaringan Telkomsel Bob Apriawan menyatakan sejauh ini hanya Telkomsel yang sudah memasang 48 BTS di 13 stasiun yang dilewati MRT Jakarta.

"Total ada 74 sector dengan 222 NE BTS mixed 2G, 3G, dan 4G. Untuk 4G kita pakai carrier aggregation LTE FDD 1800 dan LTE TDD 2300 dikombinasikan," ujar Bob.

Manager External Media Relations Telkomsel Singue Kilatmaka menambahkan perseroan serius melayani kebutuhan masyarakat yang akan menggunakan MRT karena moda tersebut diperkirakan akan menjadi primadona baru transportasi masyarakat metropolitan.

Saat ini pelanggan Telkomsel di Jakarta mencapai sekitar 7,8 jutaan pelanggan.

"Perkiraan kita nanti load trafik akan tinggi saat pagi dan sore jelang malam. Layaknya di Singapura atau Hong Kong, pengguna MRT kan tetap mau eksis selama di jalan. Kami selalu siap menemani pelanggan," katanya.

Sementara, Corporate Secretary Division Head MRT Jakarta Muhamad Kamaluddin mengakui pihaknya kebanyakan menerima keluhan sinyal telepon seluler pada saat Ratangga melintas di rel bawah tanah.

"Jadi untuk evaluasi kami kebanyakan mengenai sinyal handphone di bawah masih belum stabil," ujar Kamaluddin.


Banjir pujian

Kelak beroperasinya MRT sebagai tonggak baru moda transportasi Jakarta, menuai pujian bahkan disebut-sebut lebih baik dari milik negara tetangga Singapura. "Menurut saya, ini lebih canggih dan baik dari SMRT milik Singapura dari segi fasilitas, kecepatan hingga tarifnya," kata Irfan yang ditemui di stasiun MRT Lebak Bulus, Jakarta Selatan.

Menurut Irfan, moda transportasi ini bisa menjadi salah satu jalan keluar untuk mengatasi kemacetan Jakarta, namun tidak dalam jangka pendek.

Pada hari perdana uji publik 12 Maret, MRT mengangkut 4.000 warga Jakarta.

Direktur Utama PT Mass Rapid Transit Jakarta, William Sabandar, mengatakan antusiasme masyarakat sangat tinggi untuk mencoba MRT Jakarta yang merupakan transportasi publik berbasis rel yang biasanya hanya dinikmati di kota-kota negara maju, namun kini juga bisa dinikmati di Kota Jakarta.

Diharapkan pengguna yang menikmati uji coba MRT Jakarta, menjadi duta-duta dalam menerapkan budaya bertransportasi publik baru yang baik, tertib dan nyaman bagi semua.
Meski begitu, manajemen MRT Jakarta mengakui masih adanya bagian yang perlu diselesaikan seperti pintu masuk dan sertifikasi fasilitas pendukungnya seperti eskalator dan elevator terutama di stasiun-stasiun layang.

Di beberapa stasiun masih harus ada penyelesaian minor di bagian pintu masuk dan juga sertifikasi fasilitas pendukung seperti eskalator dan elevator.

MRT akan membuat Jakarta menjadi salah satu kota di dunia yang mengadopsi tren moda khas ibukota yaitu massal, cepat dan terjangkau serta menurunkan waktu tempuh dan meningkatkan mobilitas.

Waktu tempuh antara Lebak Bulus sampai Bundaran HI diharapkan turun dari 1-2 jam pada jam sibuk menjadi 30 menit, sementara dari Lebak Bulus sampai Kampung Bandan target waktu tempuh sekitar 52,5 menit.
Seorang petugas keamanan berjalan di dalam kereta Mass Rapid Transit (MRT) di Stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta, Rabu (30/1/2019). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/pras.

Keamanan

Dari sisi pengamanan MRT juga harus bekerja keras dalam merealisasikannya, karena kata kunci transportasi adalah keamanan dan kenyaman.

"Pada sistem keamanan, kami memiliki security yang dikontrak khusus untuk keamanan stasiun, lalu kita juga kerja sama dengan Polda Metro Jaya dan Kodam Jaya. Ini belum mendetil terutama dengan Kepolisian dan TNI, saat ini masih berupa MoU," Kamaluddin.

Pelibatan keamanan dari unsur kepolisian dan TNI tidak akan di semua lokasi fasilitas MRT, tapi tergantung tingkat kerawanan lokasi fasilitas tersebut. Saat ini belum secara resmi jadi objek vital nasional (obvitnas).

Tapi apapun statusnya, terutama fasilitas depo harus dengan pengamanan ketat karena di sanalah pusat komando MRT yang berkaitan langsung dengan operasional, bahkan sampai keselamatan setiap orang yang ada di fasilitas MRT.

Tarif

Faktor lainnya yang juga harus diselesaikan manajemen MRT yaitu pengenaan tarif kepada masyarakat.

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengatakan penetapan tarif MRT masih harus mendapat persetujuan dari DPRD karena menyangkut Public Service Obligation (PSO).

Meski sudah ada hitung-hitungannya, namun harus dibuat reasonable dan diputuskan lebih cepat menjelang beroperasinya MRT.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, tarif MRT harus disubsidi karena disesuaikan daya beli masyarakat agar masyarakat mau menaikinya. Seharusnya, apabila tidak disubsidi, tarif MRT bisa mencapai Rp25.000-Rp30.000 dari Bundaran HI hingga Lebak Bulus.

Namun, tarif MRT yang akan dikenakan disebut-sebut akan berkisar Rp8.500-Rp10.000 per 10 kilometer.

Peneliti LIPI, Wahyudi Akmaliah mengatakan tarif MRT harus bisa dijangkau berbagai kalangan ekonomi. Hal ini penting agar keberadaan moda transportasi massal yang baru ini bisa mengubah kebiasaan masyarakat dari menggunakan kendaraan pribadi ke kendaraan umum.

Jika tarifnya terlalu mahal, bisa saja mereka akan kembali menggunakan transportasi pribadi.

MRT Jakarta sudah di depan mata. Simbol baru transportasi modern sudah hadir.

Selain memecahkan persoalan kemacetan di Jakarta, meningkatkan produktifitas masyarakat Jakarta dan sekitarnya, MRT selanjutnya diharapkan dapat menjangkau hingga ke wilayah metropolitan lainnya yaitu Bodetabek.

Baca juga: Memulai peradaban baru transportasi dengan MRT

Baca juga: MRT si saudara muda, peluru baru transportasi Jakarta


 

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019