Jakarta (ANTARA) - Pemerintah dinilai perlu benar-benar mewaspadai mekanisme Investor State Dispute Settlement (ISDS) dalam perjanjian internasional yang dapat membuat perusahaan multinasional bisa menggugat kebijakan suatu pemerintahan, termasuk di Indonesia.

"Kemenangan (dalam mekanisme ISDS) bisa saja ada di pihak negara (pemerintah), tetapi sangat jarang," kata Direktur Eksekutif IGJ Rachmi Hertanti kepada Antara di Jakarta, Rabu.

Dengan menyetujui mekanisme ISDS, investor asing bisa menuntut pemerintah tuan rumah tempat sang investor menanamkan saham,  di pengadilan Arbitrase Internasional atas peraturan yang dianggap merugikan investor, meski regulasi yang digugat itu merupakan kebijakan pemerintah.

Berita terakhir di mana pemerintah RI berhasil memenangkan perkara arbitrase internasional di International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) melawan Churchill Mining Plc dan Planet Mining Pty Ltd, beberapa waktu lalu, dinilai Rachmi tidak mesti berarti menandakan bahwa ISDS tidak perlu dicemaskan.

"Menurut saya logika semacam ini salah. Jangan karena negara (pemerintah RI) pernah menang lantas kita merasa tidak ada masalah dengan ISDS," katanya.

Direktur IGJ mengingatkan bahwa berperkara di arbitrase internasional bukanlah proses mudah dan murah karena kemungkinan untuk menang juga sebesar 50:50.

Ia juga berpendapat bahwa mekanisme ISDS hanya akan membuat negara menjadi tersandera dengan kepentingan investor asing

"Ketakutan kita akan digugat pada akhirnya berdampak terhadap pengambilan keputusan dalam pembuatan kebijakan atau pada akhirnya melemahkan posisi negara pada saat melakukan negosiasi," paparnya.

Untuk itu, ujar dia, pemerintah tetap harus berhati-hati dengan mekanisme ISDS atau bahkan menghindari mekanisme ini di berbagai forum perjanjian internasional baik yang bersifat publik maupun perdata.

Sebelumnya, IGJ telah mendesak mendesak DPR RI agar menunda proses ratifikasi berbagai perjanjian perdagangan internasional yang telah ditandatangani oleh pemerintah Indonesia dan berbagai pihak agar isi perjanjian tersebut benar-benar dapat ditelaah lebih seksama.

Hal itu, ujar Rachmi Hertanti, antara lain mengingat pada 2019  akan membuat banyak wakil rakyat, terutama mereka yang kembali bertarung dalam pemilu legislatif, untuk lebih fokus dalam kegiatan di dapil masing-masing..***1***
(T.M040/

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019