Jakarta (ANTARA) - Orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) harus diberikan pendidikan pemilih dan kesempatan memilih dalam penyelenggaraan pemilu 17 April mendatang dalam pemenuhan hak yang sama sebagai warga negara.

Ketua Umum Perhimpunan Jiwa Sehat Indonesia Yeni Rosa Damayanti saat dihubungi di Jakarta, Rabu, mengatakan masih banyak panti-panti dan rumah sakit jiwa yang belum mengizinkan ODGJ dalam menggunakan hak suaranya saat pelaksanaan pemilu.

"Mereka harus dikasih kesempatan, karena masih banyak yang menolak. Belum semua panti mengizinkan, pada 2014 masih ada panti yang masih ragu-ragu, jadi masih belum semua," katanya.

Dari sisi proses pelaksanaannya, pemilih ODGJ dapat menyoblos di TPS dengan lancar dan aman saat Pemilu 2014 silam. Pemilih ODGJ juga dapat memilih secara mandiri tanpa harus didampingi oleh orang lain saat mencoblos.

Sejak Pemilu 2014, ODGJ telah diberikan hak untuk memilih dalam pemilihan umum untuk mengakomodasi haknya sebagai warga negara. Pemenuhan hak pilih ODGJ kembali diingatkan melalui Surat Edaran KPU RI Nomor 1401/PL.02.1-SD/01/KPU/XI/2018 Perihal Pendaftaran Pemilih Bagi Penyandang Disabilitas Grahita/Mental.

Tidak ada kategori orang yang menderita penyakit jiwa seperti apa yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan memilih saat pemilu. Namun penggunaan hak pilih oleh pemilih ODGJ dikembalikan pada masing-masing individu untuk digunakan atau tidak.

Yeni menyebut ODGJ yang sedang mengalami penyakit kejiwaan episodik atau kambuh saat hari pencoblosan tentu dengan sendirinya tidak akan memilih. Namun apabila ODGJ dalam kondisi yang baik bisa memungkinkan untuk memilih.

Oleh karena itu Yeni menekankan pentingnya pendidikan pemilih bagi ODGJ sebelum hari pencoblosan untuk mengetahui program-program yang ditawarkan oleh para pasangan calon presiden-wakil presiden maupun partai politik.

Dia menerangkan Perhimpunan Jiwa Sehat Indonesia bekerja sama dengan KPU beberapa kali memberikan pendidikan pemilih untuk pemilu. Banyak pasien yang menghadiri pendidikan pemilih tersebut dan bahkan beradu argumentasi tentang masing-masing pilihannya.

"Jadi di situ kelihatan mereka cukup paham tentang apa yang mereka pilih. Kalau misalnya mereka yang belum paham, terlalu lama tinggal di panti, pendidikan pemilih itu yang dibutuhkan," kata Yeni.

Kendati setiap ODGJ diberikan hak untuk memilih dengan terdaftar sebagai Daftar Pemilih Tetap (DPT), namun penggunaan hak tersebut dikembalikan pada masing-masing individu.

"Ada juga yang sudah didaftar pada saat hari H itu dia nggak mau memilih, kalau mereka nggak mau memilih ya sudah tidak dipaksa karena bukan kewajiban," jelas Yeni.

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019