Mamuju (ANTARA) - Pengamat persawitan Andi Indah Patinaware mengatakan diskriminasi sawit oleh negara Eropa dinilai adalah kritik bagi pemerintah Indonesia untuk lebih memperbaiki tata kelola perkebunan sawitnya.

"Sebenarnya diskriminasi sawit oleh negara Eropa adalah kritik bagi negara ini sehingga tata kelola sawit harus diperbaiki pemerintah ke depan," kata Andi Indah Patinaware yang juga Direktur Sawit Watch di Mamuju, Sabtu (30/3).

Ia mengatakan, negara Eropa menolak crude palm oil (CPO) atau minyak sawit dari Indonesia yang dikelola perusahaan sawit, karena sawit dikembangkan di negara ini merusak lingkungan dan merusak hutan.

"Itu akan menjadi risiko bagi negara Eropa karena mereka juga tidak mau kalau sawit dikelola dengan mengorbankan lingkungan, sehingga mendiskriminasi sawit dari Indonesia," katanya.

Oleh karena itu, ia meminta agar pemerintah dari pusat sampai daerah termasuk di Provinsi Sulbar yang memiliki perkebunan sawit paling luas di Sulawesi untuk berbenah melakukan tata kelola perkebunan sawit.

Ia mengatakan, pemerintah telah mengeluarkan peraturan presiden mengenai penyelesaian konflik agraria dan redistribusi lahan serta moratorium pembukaan lahan sawit, hendaknya ini menjadi acuan dalam tata kelola pengembangan sawit ke depan.

"Selain masalah lingkungan, penyelesaian konflik lahan dan redistribusi lahan harus diselesaikan karena itu bagian tata kelola sawit," katanya.

Menurut dia, semua pihak tentu tidak menginginkan bersama jika perusahaan sawit merusak hutan untuk membuka perkebunan sawit karena itu akan merusak dan merugikan dunia, sehingga kebijakan mengawal perpres diatas mesti diaplikasikan dengan benar.

Ia juga berharap, agar lembaga non pemerintah dan sipil yang ada di daerah dapat mengawal kebijakan tersebut sebagai dukungan menata perkebunan sawit ke depan agar lebih baik.

"Kebijakan dari perpres tersebut juga harus disosialisasikan kepada pemerintah daerah agar memahami upaya menata tata kelola perkebunan sawit ke depan," katanya.

Pewarta: M.Faisal Hanapi
Editor: Ridwan Chaidir
Copyright © ANTARA 2019