Jakarta (ANTARA) - Perancang busana Samuel Wattimena mengatakan sarung adalah salah satu produk fesyen yang ramah lingkungan karena polanya tidak menghasilkan limbah.

Belum lagi sarung dapat digunakan untuk ukuran badan kecil dan besar, sehingga orang tidak perlu membeli pakaian baru jika ukuran tubuhnya berubah.

"Kalau pakai celana, misalnya gemukan sendiri sudah harus beli baru, tetapi kalau sarung kan masih bisa dipakai," kata Samuel saat ditemui di Jakarta, Senin.

Di tataran dunia global, isu eco-fashion atau fesyen yang ramah lingkungan telah menjadi perhatian global karena industri fesyen diklaim sebagai industri terkotor di dunia, selain masalah limbah dari potongan kain, masalah pewarnaan sintetis untuk kain juga perlu dipertimbangkan.

"Sekarang saya promosikan pegiat wastra untuk mulai pakai pewarna alam. Karena jika melihat kasus Pekalongan, pewarna sintetis sangat mencemari lingkungan," kata dia.

Sebelum berkembangnya fast fashion, Samuel mengatakan pengrajin busana di Indonesia telah menerapkan prinsip-prinsip eco-fashion dalam hal pewarnaan dan juga membuat pola pakaian.

Tak hanya pakaian, perhiasan orang Indonesia juga dibuat dari limbah kayu, kerang bahkan batok kelapa.

"Masyarakat Indonesia sudah memiliki ilmunya tinggal digalakkan kembali," kata dia.

Untuk menggerakKan eco-fashion, salah satu faktor penting adalah mengedukasi konsumen, karena pada umumnya pengrajin mengikuti permintaan konsumen.

Dia pun mengkritisi tentang paradigma dalam membangun industri kreatif bidang busana yang selama ini masih berfokus pada ekonomi bukan nilai budaya.

"Kebudayaan harus memberi wawasan dan makna akan hal ini. Kita tidak bisa memaksa siapa pun, tapi kalau ada wawasan ada rasa memiliki. Selama ini belum ada rasa memiliki karena pendekatannya hanya ekonomi," kata dia.

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019