Jakarta (ANTARA) - Dalam rangka mengurangi limbah fesyen yang dapat memperburuk kondisi bumi, Ketua Harian Indonesian Fashion Chamber (IFC) Riri Rengganis membagikan sejumlah perbedaan antara fast fashion dengan sustainable fashion untuk menjadi acuan bagi masyarakat dalam memilih pakaian.

“Di dunia ini, produk fesyen yang mendominasi berasal dari jenama fast fashion, atau produk yang dibuat dengan skala besar,” ujar Riri usai sesi konferensi pers dalam acara SPOTLIGHT Indonesia 2023 di Jakarta, Kamis.

Pakaian-pakaian fast fashion, kata Riri, biasanya menggunakan bahan-bahan yang murah. Hal tersebut terlihat dari tingginya persentase polyester yang tercantum di label pakaian.

Baca juga: Produksi yang "zero-waste" kian jadi andalan UMKM batik

Pilihan bahan yang murah tersebut berdampak pada murahnya harga pakaian dari industri fast fashion. Selain itu, ujar Riri melanjutkan, pakaian fast fashion biasanya mengikuti tren terkini.

“Pakai dua sampai tiga kali, bosen, lalu dibuang. Ini yang namanya limbah fesyen,” ujar Riri.

Riri menjelaskan bahwa pakaian dengan bahan plastik, polyester, serta turunannya akan sangat sulit untuk diurai oleh bumi. Hal inilah yang selanjutnya berdampak buruk pada lingkungan.

“Karena bahan dasarnya bukan bahan alam, itu pasti akan menjadi sampah yang menumpuk,” ucap dia.

Di sisi lain, pakaian-pakaian sustainable fashion biasanya terbuat dari bahan-bahan yang lebih ramah lingkungan sehingga mudah terurai. Bahan-bahan tersebut meliputi katun, linen, sutera, serta rayon.

“Dia masa pakainya lama,” kata Riri.

Terkait desain, sustainable fashion mengedepankan desain yang lebih kreatif, unik, dan cenderung buatan tangan atau handcrafted, sehingga memiliki nilai yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pakaian fast fashion.

“Jadi, pakaiannya akan bertahan lebih lama di lemari kita. Bisa dipakai berkali-kali, itu sustainable living,” ujar Riri.

Baca juga: IFC: Fesyen berkelanjutan bukan sekadar slogan

Baca juga: SPOTLIGHT promosikan wastra Indonesia dan fesyen berkelanjutan

Baca juga: Tinkerlust rilis laporan khusus dukung industri fesyen berkelanjutan

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023