Hubungan sejarah masa lalu dan kedekatan geografi masa kini mestinya tidak menghambat aktivitas perdagangan perikanan sepanjang dilalukan secara legal,
Jakarta (ANTARA) - Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (Iskindo) menginginkan perdagangan sektor kelautan dan perikanan antara Republik Indonesia dengan Timor Leste dapat ditata dengan baik sehingga juga bisa meningkatkan kesejahteraan para nelayan.

Ketua Umum Iskindo, Muh Zulficar Mochtar dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa, mengatakan bahwa aktivitas perikanan diperbatasan antara Indonesia dan Timor Leste perlu ditata dengan baik karena kedua negara memliki hubungan sejarah budaya yang panjang.

"Hubungan sejarah masa lalu dan kedekatan geografi masa kini mestinya tidak menghambat aktivitas perdagangan perikanan sepanjang dilalukan secara legal," kata Zulficar Mochtar yang juga menjabat sebagai Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)

Dalam rilis Iskindo tersebut juga dituturkan Koordinator Ekspedisi Pinisi Bakti Nusa (EPBN) Iskindo, Moh Abdi Suhufan, melakukan aktivitas pelayaran dengan menggunakan kapal pinisi ke berbagai kawasan perairan di sejumlah daerah.

Abdi mengungkapkan mengenai kondisi nelayan pulau Liran, Maluku Barat Daya, yang semakin sulit memasarkan hasil tangkapan mereka ke negara tetangga, yakni Timor Leste.

Pulau Liran merupakan salah salah satu pulau yang keberadaannya berbatasan dengan perairan Timor Leste yang hanya menempuh satu jam perjalanan laut untuk menyeberang ke Pulau Kambing yang termasuk wilayah negara tersebut.

Yonatan Mapetung, salah seorang nelayan pulau Liran dalam rilis tersebut mengungkapkan kegelisahannya, yang seiring waktu semakin sulit memasarkan hasil tangkapannya ke Atauro, Timor Leste yang dikenal Pulau Kambing sebelum melepas diri dari RI.

"Dulu, ke Atauro cuma bawa ikan tanpa harus bawa surat-surat apapun dan belanja sembako ke dalam kota atau sekedar jalan keluar dari pelabuhan cari warung makan, kemudian petugas KP3 (Kesatuan Pelaksanaan Pengamanan Pelabuhan), Polair, dan AL di sana, kami diharuskan membawa surat jalan dari Desa, kemudian setelah adanya kesyahbandaran di Liran, kami disuruh membawa surat jalan yang dikeluarkan Syahbandar Liran, bulan-bulan depannya mereka minta kami harus bawa Surat Kelayakan Mutu dari Kecamatan," ungkapnya saat diwawancarai tim EPBN saat ekspedisi tersebut singgah di Liran, 7 April 2019.

Belum sampai disitu saja, Yonatan melanjutkan bahwa sebelumnya nelayan tanpa paspor bisa turun ke kota Atauro, setelah itu yang ingin turun ke Kota hanya bisa untuk nelayan yang punya paspor, yang tidak punya paspor hanya menunggu di body perahu saja. Bukan sampai di situ saja, imbauan terbaru dari aparat disana memberi tahu jika Mei depan akan ada aturan baru bahwa semua anak buah kapal dari Liran harus mempunyai paspor.

Abdi mengemukakan bahwa keadaan seperti ini tentunya sangat tidak menguntungkan untuk nelayan Pulau Liran karena tidak ada lagi tempat pemasaran hasil tangkapan selain ke Timor Leste.

"Siapa yang butuh ikan jumlah banyak disini? Kita semua mencari ikan, pulau lain juga mencari ikan, masa harus jual ke kupang atau ke ambon, terlalu jauh pak, butuh ongkos banyak. Jika nanti aturan paspor ini diterapkan untuk semua ABK sekitaran 5 orang, kita tidak tau lagi. Kantor imigrasi juga ada di Kupang, terlalu jauh lagi harus urus-urus itu," ungkapnya.

Sementara itu, Pelaksana Harian Camat Kecamatan Wetar Barat, Daud Katipana mengatakan bahwa hubungan pulau Lirang dengan Atauro, Timor Leste sangatlah baik sejak dulu mengingat adanya hubungan kekeluargaan yang terjalin sebelum Timor Leste memisahkan diri dari Indonesia.

Nelayan di Pulau Liran sendiri berjumlah lebih dari 70 orang dengan produksi ikan unggulannya adalah Ikan Kerapu. Menjual ikan ke Timor Leste menjadi solusi terbaik bagi mereka lantaran jarak yang cukup dekat dan sepulang darisana membawa cukup sembako untuk kebutuhan sendiri dan dijual kembali di Liran.

Baca juga: KKP-DPR sosialisasikan konservasi kelautan kepada nelayan Kalbar

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019