Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menekankan arti pentingnya kebijakan energi, teknologi, dan cara hidup yang tepat guna menjawab tantangan krisis energi di masa mendatang. Hal tersebut dikemukakan oleh Presiden Yudhoyono dalam pidatonya saat meresmikan pembukaan Konferensi Internasional Energi dan Pertambangan Bimasena (BIEM) 2007 di Jakarta, Senin malam. "Kita hendaknya mampu mengantisipasi krisis energi di masa mendatang, dengan kebijakan energi yang tepat dari pemerintah di seluruh dunia, teknologi, dan cara hidup manusia," katanya. Presiden menekankan diperlukannya sebuah kampanye global tentang penggunaan energi yang efisien dan bijak. Lebih lanjut, Kepala Negara menegaskan bahwa tujuan jangka panjang pemerintah Indonesia dalam setiap proyek pertambangan dan eksplorasi energi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. "Untuk mencapai itu, perekonomian kita harus maju dan untuk memajukan perekonomian mau tidak mau kita harus berintegrasi dengan ekonomi global," jelasnya. Oleh karena itu, lanjutnya, Indonesia perlu untuk selalu meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak, termasuk di sektor pertambangan dan energi. Presiden mengingatkan agar jangan sampai investor memperoleh segalanya dan rakyat tidak mendapatkan apapun. "Kesejahteraan rakyat tetaplah prioritas utama," tegasnya. Pada kesempatan itu Kepala Negara juga menekankan mengenai arti pentingnya penggunaan energi bersih yang ramah lingkungan untuk menyelamatkan dunia. Presiden berharap seluruh pihak di Indonesia dapat turut terlibat dalam upaya penyelamatan lingkungan hidup, termasuk kalangan industri. "Industri hendaknya turut berkontribusi," ujarnya, seraya menambahkan bahwa pemerintah mendorong seluruh pihak untuk turut menghambat perubahan iklim. Fluktuasi harga minyak Malam itu, Kepala Negara juga menjelaskan mengenai fluktuasi harga minyak dunia yang sedikit banyak berpengaruh pada anggaran yang kemudian mempengaruhi kebijakan sosial dan ekonomi. IMF telah memprediksikan pertumbuhan ekonomi akan melambat tahun depan dari 5,2 persen menjadi 4,8 persen karena banyak negara yang bergantung pada minyak akan mengalami gangguan pada anggaran, jelasnya. Oleh karena itu, lanjut dia, diperlukan suatu upaya baru untuk mencari sumber minyak baru atau konversi energi terbarukan seperti bio fuel, energi matahari dan mobil hidrogen. Presiden juga mengatakan bahwa saat ini dengan sumber daya, profesionalisme dan teknologi yang ada maka merupakan waktu yang tepat untuk menjawab peluang yang ditawarkan sektor energi. Disebutkan juga mengenai niat pemerintah untuk memperbanyak produksi gas dan minyak. Eksplorasi minyak Indonesia sekarang 9,1 juta barel meningkat 5,5 persen sejak 2005. Indonesia juga berniat untuk mengurangi prosentase minyak dalam sumber energi nasional dari 52 persen menjadi sekitar 20 persen pada 2025. Sementara itu prosentase gas, batubara dan energi terbarukan bagi konsumsi domestik diproyeksikan meningkat. Prosentase gas diproyeksikan mencapai 30 persen, batubara 33 persen, dan energi terbarukan 17 persen pada 2025. Biofuel akan memiliki prosentase 5 persen dalam energi terbarukan sedangkan panas bumi 5 persen, batubara cair 2 persen dan energi terbarukan lainnya 5 persen. Sementara itu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro berharap agar rekomendasi yang dihasilkan dalam konferensi itu dapat menjadi masukan berharga bagi pemerintah dalam mengeksplorasi bidang pertambangan dan energi di tanah air. Purnomo menjelaskan bahwa pemerintah sangat tertarik untuk mengembangkan sektor energi non minyak bumi. Sebelum acara juga dilakukan pemberian penghargaan bagi sejumlah individu atau perusahaan yang telah berperan menciptakan gaya hidup hemat energi. (*)

Copyright © ANTARA 2007