Jakarta (ANTARA News) - Rekanan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam
pengadaan alat identifikasi sidik jari otomatis (AFIS), Eman Rachman, divonis Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) hukuman empat tahun penjara.
Dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis, Eman dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi sehingga merugikan negara senilai Rp6,426 miliar.
Selain hukuman pidana, majelis hakim yang diketuai Moerdiono juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa membayar denda Rp250 juta subsider enam bulan kurungan serta kewajiban membayar kerugian negara Rp3,736 miliar kepada Eman Rachman.
Nilai yang harus dibayar Eman itu dihitung dari jumlah yang memperkaya Eman setelah dikurangi nilai barang bukti yang telah disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan dana yang teralir kepada pihak lain.
Majelis hakim sepakat dengan pendapat ahli yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) bahwa selisih harga kontrak yang dibayarkan kepada PT Sentral Filindo milik Eman Rachman dengan yang dibayarkan kepada Dermalog sebagai perusahaan manufaktur alat AFIS di Jerman menyebabkan kerugian negara.
Nilai uang yang dibayarkan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Administrasi Hukum Umum (AHU) Depkum dan HAM kepada PT Sentral Filindo sesuai kontrak pada Desember 2004 senilai Rp16,548 miliar, sedangkan pembayaran PT Sentral Filindo ke Dermalog hanya Rp9,697 miliar.
Pembelaan terdakwa bahwa PT Sentral Filindo masih berutang 1,532 juta dolar Amerika Serikat (AS) kepada Dermalog oleh majelis hakim dinyatakan tidak terbukti.
Majelis hakim sepakat dengan saksi ahli dari JPU bahwa bukti utang itu tidak benar karena tidak mencantumkan batas waktu utang dan sampai 2006 terbukti tidak pernah ada pembayaran dari PT Sentral Filindo kepada Dermalog.
Sesuai barang bukti, menurut majelis, importir alat AFIS dari Dermalog, Jerman, adalah Dirjen AHU, bukan PT Sentral Filindo, sehingga seharusnya yang dibayarkan pemerintah adalah senilai transfer ke Dermalog, bukan ke PT Sentral Filindo yang hanya bertindak sebagai perantara.
Keterlibatan terdakwa sejak awal proses pengadaan AFIS secara penunjukan langsung, menurut majelis, menyalahi Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Permintaan terdakwa yang meminta pelolosan biaya bea cukai untuk alat AFIS, juga dinilai telah merugikan keuangan negara.
Majelis hakim menyatakan, Eman terbukti memperkaya diri sendiri secara melawan hukum yang merugikan keuangan negara sesuai dengan dakwaan primer JPU pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.
Vonis terhadap Eman itu lebih ringan dari tuntutan JPU yang meminta hukuman lima tahun penjara, denda Rp250 juta subsider enam bulan kurungan dan membayar kerugian negara Rp3,976 miliar. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007