Makassar (ANTARA News) - Negara kehilangan sumber penerimaan berupa pajak dan penghasilan lainnya sekitar satu juta Dolar AS atau Rp9 miliar setiap hari selama berlangsungnya aksi mogok ribuan karyawan PT. Inco, Tbk di Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan (Sulsel). Media Relation PT. Inco, Tbk, Janus Siahaan mengungkapkan hal itu kepada ANTARA News di Makassar, Kamis, terkait aksi mogok karyawan perusahaan tambang nikel itu yang telah berlangsung delapan hari sejak Kamis (15/11). Aksi mogok yang dilakukan Serikat Pekerja Tambang itu menuntut kompensasi kenaikan harga nikel yang cukup tinggi saat ini, mengakibatkan aktivitas produksi dan penambangan turun dari kapasitas normal 72.500 ton/tahun. Janus tidak merinci berapa besar kerugian yang dialami perusahaan karena masih sedang dihitung. "Tapi yang jelas, pihak pemerintah kehilangan pendapatan sekitar satu juta Dolar AS/hari. Ini jumlah yang tidak kecil," ujarnya. Janus juga mengatakan, bahwa manajemen tetap optimis akan mencapai target produksi 165 juta pound nikel mate tahun 2007 ini meski ada penurunan produksi yang signifikan selama aksi mogok berlangsung. Terkait perundingan yang digelar dengan mediator Dinas Tenaga Kerja Sulsel, Janus mengaku bahwa pertemuan mediasi itu menemui jalan buntu (dead lock). "Kita (manajemen) telah tiga kali bertemu dengan Serikat Pekerja (SP) melalui mediasi namun dead lock," ujarnya. Akan tetapi pihak mediator telah mengeluarkan rekomendasi agar karyawan kembali bekerja mulai Rabu pukul 10.00 Wita sementara tuntutan mereka akan dibicarakan dalam pertemuan informal kedua belah pihak. "Tadi pagi, manajemen Inco yang dipimpin Michael Wiship dan SP yang dipimpin Adi Karma telah bertemu secara informal dan manajemen meminta aksi mogok diakhiri dan tuntutan SP akan terus dibicarakan dalam pertemuan-pertemuan informal berikutnya," ujarnya. Hal itu tampaknya mulai dipatuhi pekerja sehingga mulai Rabu ini, aktivitas pengapalan nikel di pelabuhan Malili untuk ekspor ke Jepang mulai normal. "Sampai Rabu siang, karyawan yang mogok tinggal ratusan orang," ujarnya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007