Semarang (ANTARA News) - Ketua Umum DPP Partai Golkar, Jusuf Kalla mengatakan mulai lima tahun dari sekarang ini, pemilihan kepala daerah (pilkada) perlu disatukan waktunya agar ada waktu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. "Jangan hari ini di Semarang, besok atau bulan depan di Jawa Timur. Kabupatan juga selama satu tahun penuh dengan pilkada, sehingga yang dimuat di koran hanya bicara soal pilkada atau gubernur sepanjang tahun," katanya, saat memberikan pengarahan pada jajaran Partai Golkar Jawa Tengah di Semarang, Minggu. Ia menyebutkan di Indonesia ada 500 pilkada setiap lima tahun dengan biaya pemilu mencapai Rp50 triliun. "Kalau pilkada yang 500 itu juga dimintai Rp50 triliun lebih, belum lagi ongkos ingin menjadi calon, maka trilunan uang bangsa ini akan habis hanya untuk kepentingan pemilu. Kapan kita menikmati kesejahteraan," katanya. Karena itulah, kata Jusuf Kalla yang juga Wakil Presiden, kalau ada sistem demokrasi yang terlalu boros, terlalu mubazir, terlalu mahal, atau terlalu berlebihan, maka harus diubah tata caranya, yaitu dengan menyatukan pilkada tersebut. Ia menambahkan yang tidak bisa diubah adalah tujuan pemerintah. "Ini yang selalu diperdebatkan. Coba tunjukkan kepada saya, tujuan suatu bangsa selain kesejahteraan, tidak ada," katanya. Demokrasi, menurut dia, adalah suatu cara untuk mencapai tujuan itu. Untuk ke depan, harus lebih sederhana, yaitu dengan menyatukan pilkada. Dikatakannya, demokrasi di Indonesia harus lebih efisien agar ada waktu yang cukup untuk membangun bangsa ini. Adapun tujuan berpartai dan bernegara adalah menyejahterakan bangsa ini. "Tidak ada tujuan yang lain, kemakmurannya itu tentu secara bersama-sama," katanya. Menurut dia, cara mencapai berdemokrasi dan demokrasi harus dengan partai. "Itulah makanya kita memajukan partai dan tugas partai bersama-sama sisi demokrasi memajukan bangsa. Itu yang selalu jadi pegangan dan tertuang dalam aturan-aturan anggaran dasar kita dan Undang-Undang Dasar kita," katanya. Menurut Wapres, tujuan berbangsa adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, menyejahterakan masyarakat, dan sebagainya dan itulah yang mendasari tugas Partai Golkar. Aaa dua cara partai itu berfungsi, yaitu partai harus berorganisasi, membina masyarakatnya, bergerak sebagai organisasi kemasyarakatan, membina pendidikan, kesejahteraan, ekonomi bangsa, anggotanya, dan masyarakatnya, serta meningkatkan harkatnya, katanya. Yang kedua, kata dia, peranan partai adalah mempunyai peran-peran kenegaraan, kebangsaan, dan dalam pemerintah karena partai tanpa peran kebangsaan atau kenegaraan, tentu tugasnya tidak lengkap. "Kalau tidak punya peran pemerintahan, partai itu menjadi oposisi atau menjadi pendukung di luar," katanya. Dalam mendukung itulah, lanjut dia, setiap lima tahun dilakukan pemilu untuk menegaskan peran itu, atau kalau di daerah adalah pilkada untuk berusaha memenangkan suatu partai atau menujuk kadernya, atau mengamanahkan kepada anggotanya atau pendukung lainnya kepada tokoh-tokoh yang dapat memajukan bangsa. Ia menambahkan, banyak pelajaran di daerah, yaitu Golkar banyak yang menang tetapi juga banyak yang kalah, khususnya dalam pemilihan gubernur. "Saya sudah peringatkan bahwa Ketua DPD Golkar belum tentu menang karena banyak yang berhitung tentang partai saja," katanya. Jusuf Kalla merasa senang Bambang Sadono (Ketua DPD Golkar Jateng) dan Mohammad Adnan (Ketua PW NU Jawa Tengah) bersatu. Keduanya maju dalam pilgub Jateng bulan Juni 2008. "Saya lihat kecenderungan Golkar dengan NU selalu bersatu di mana-mana," katanya. Ia mencontohkan DKI Jakarta, Golkar mendukung Ketua NU karena Fauzi Bowo (Ketua NU), di Jawa Timur Golkar juga sama-sama dengan Ketua PW NU, demikian juga di Jawa Tengah. "Kalau ini jalan (di Jateng), saya harapkan bahwa itu ada suatu kedekatan moril," katanya. Jangan berpikir selain kesejahteraan dan kemajuan, serta jangan mengkotak-kotakan diri, tegasnya. (*)

Copyright © ANTARA 2007