Jakarta (ANTARA News) - Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG-BI) di Jakarta, Kamis, memutuskan menurunkan suku bunga acuan BI (BI rate) 25 basis poin dari 8,25 persen menjadi 8,00 persen setelah memperhatikan faktor risiko yang menurun, terutama terkait dengan harga minyak dunia. "Penurunan BI Rate tersebut diyakini tidak mengganggu pencapaian sasaran inflasi terutama dalam jangka menengah dan panjang," kata Direktur Perencanaan Strategi dan Hubungan Masyarakat BI, Lukman Boenjamin, di Jakarta, Kamis. Ketika mengumumkan hasil RDG BI pada Kamis ini, Lukman mengatakan, evaluasi BI masih menunjukkan gejolak eksternal dan dampak meningkatnya harga minyak saat ini terhadap ekspansi perekonomian, masih dapat dikendalikan. Hal itu, katanya, karena langkah-langkah kebijakan pemerintah menyikapi kenaikan harga minyak itu, diharapkan mampu meredam tekanan terhadap kesinambungan fiskal. "Sekaligus menjaga momentum pertumbuhan ekonomi guna mengurangi pengangguran dan kemiskinan," ujarnya. Ia mengatakan, BI akan tetap menjaga posisi nilai tukar rupaih secara terukur. Menurut dia, BI optimis inflasi 2007 akan sesuai target sebesar 6 plus-minus 1 persen. Sedangkan 2008, pihaknya memperkirakan secara keseluruhan inflasi dalam tren jangka panjang akan menurun, meski terdapat tekanan. Optimisme BI itu karena pihaknya melihat adanya penurunan harga barang. "Dalam bulan November 2007 infalsi tercatat 0,18 persen atau turun dari bulan sebelumnya yang mencapai 0,79 persen, secara tahunan inflasi IHK dan inflasi inti pada November 2007 masing-masing tercatat sebesar 6,71 persen dan 6,25 persen," katanya. Sementara itu, tekanan inflasi dari kelompok pangan yang bergejolak dan kelompok komoditi yang harganya ditentukan pemerintah, relatif rendah. BI juga mencatat, tekanan kenaikan harga yang berasal dari permintaan juga relatif rendah seiring dengan penambahan kapasitas produksi nasional terkait kegiatan investasi. Pada 2008, ia mengemukakan, untuk mencapai target 5 plus minus 1 persen diperkirakan akan terdapat banyak tekanan sehingga perlu upaya berbagai pihak mengantisipasi peningkatan resiko kenaikan harga-harga, agar target inflasi 2008 tercapai. Menurut dia, faktor-faktor yang perlu diwaspadai seperti peningaktan harga minyak dunia yang berpotensi mendorong kenaikan harga barang. Juga perlu dijaga persepsi pelaku ekonomi terhadap kesinambungan kebijakan pemerintah, paket kebijakan iklim investasi dan kemampuan pemerintah mengatasi gangguan pasokan dan distribusi barang kebutuhan pokok. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007