Nusa Dua (ANTARA News) - Juru bicara kelompok negara berkembang (G77) dan China mengatakan, dalam perundingan hari terakhir yang berlangsung sangat alot, terutama mengenai butir-butir penting tentang komitmen mitigasi perubahan iklim berupa reduksi emisi gas rumah kaca, mereka mendapat ancaman dari negara maju. "Kami, para negara berkembang harus berjuang untuk setiap inci perjuangan kepentingan kami terutama di masalah alih teknologi dan pendanaan," kata Munir Akram, Ketua Delegasi G77 dan China untuk Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) di Bali, Jumat malam. Menurut dia, sidang terpaksa berjalan alot dan mundur dari jadwal karena perdebatan antara negara maju dan negara berkembang soal tujuan masing-masing pihak yang demikian berbeda. Negara berkembang mendesak agar negara maju tidak cuma membuat komitmen, tapi negara maju haruslah membuat komitmen yang sepenuhnya efektif di semua aspek, bukan cuma pencantuman obligasi terhadap negara maju, tapi juga komitmen di bidang bantuan adaptasi, mitigasi, dan alih teknologi. Akram menegaskan bahwa negara-negara maju saat ini masih saja tidak memenuhi komitmennya terhadap negara berkembang dalam hal mitigasi, "Kami masih berjuang mendapatkan bantuan itu, sementara pada saat yang sama kami ditekan agar menerima kewajiban menurunkan emisi." "Kami merasa hal ini tidak adil, terutama target negara maju terhadap negara berkembang dalam sidang. Inilah inti perdebatan di perundingan sampai sekarang," kata Akram yang berkaca mata baca itu. Ia melanjutkan, "Negara maju telah menikmati 200 tahun pembangunan tanpa pengekangan sama sekali. Tapi sekarang, saat negara berkembang baru mulai membangun ekonomi, kami sudah dikekang." Akram bahkan menyebutkan bahwa dalam perundingan, negara berkembang mendapat ancaman dari negara-negara maju agar menerima komitmen kewajiban menurunkan emisi. "Kami mendapat ancaman agar melakukan mitigasi, ini sangat tidak adil," ujarnya. Namun Akram tidak mau menyebut nama negara maju yang mengancam tersebut. "Saya cuma ingin katakan bahwa kami negara berkembang akan memastikan bahwa dalam perundingan ini hasil negosiasi tidak akan merusak kepentingan politik dan ekonomi kami untuk berkembang. Di negeri kami masih banyak orang yang miskin, dan kami harus bertumbuh agar bisa menurunkan angka kemiskinan," kata Akram. Pria berkebangsaan Pakistan itu menegaskan bahwa negara-negara berkembang tidak akan bisa menerima kewajiban mitigasi sebesar yang diinginkan oleh negara maju. "Negara berkembang hanya akan melakukan reduksi emisi secara sukarela, bukan berdasarkan kewajiban mengikat. Dan upaya reduksi emisi itu pun dilakukan hanya untuk tujuan pembangunan berkesinambungan," demikian Akram. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007