Jakarta (ANTARA News) - Tim terpadu Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), TNI AL, dan Polri harus meningkatkan pengawasan kapal nelayan berbendera asing yang beroperasi di perairan Indonesia, sebab mereka semakin nekat, kata Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi. "Keberadaan kapal nelayan asing di perairan harus dikendalikan secara ketat. Mereka sangat membutuhkan bahan baku sehingga nekat melakukan segala hal, dan berupaya memanipulasi data supaya bisa menangkap ikan di Indonesia," katanya di Jakarta, Jumat (14/12). Usai membuka rapat koordinasi pengawasan dan pengendalian sumberdaya kelautan dan perikanan DKP tahun 2007, ia mengatakan pihaknya mengirim tim terpadu untuk memeriksa kapal-kapal asing yang mengajukan izin beroperasi mencari ikan di perairan Indonesia. Kapal-kapal asing yang menangkap ikan di perairan Indonesia secara legal telah terdata di DKP. "Misalnya saat perusahaan A di Bangkok minta izin, kita kirim tim ke Bangkok, misalnya ada lima kapal, kita cek misalnya bobot kapal 100 GT sehingga kita punya data, tetapi begitu kita kembali di lapangan, kapal itu kita tangkap karena kapal yang kita keluarkan izinnya bobotnya berubah 300 GT, warna sama, nama dipindah. Kalau berubah berarti kami dibohongi," katanya. Ia menyatakan, penegakan hukum di perairan Indonesia bukan mencari-cari kesalahan kapal-kapal nelayan yang sedang menangkap ikan, tetapi mengungkap fakta di lapangan dan memroses sesuai aturan hukum yang berlaku. Perairan Indonesia memiliki potensi ikan yang relatif banyak, sedangkan di Indonesia tidak ada batasan waktu bagi penangkapan ikan sehingga akses masuk ke perairan Indonesia terbuka luas. "Industri mereka sangat membutuhkan bahan baku ikan seperti di Cina, Thailand, dan Filipina. Dengan kita batasi jumlah kapal yang masuk, mendorong mereka menggunakan segala macam cara. Dia pakai satu dokumen untuk lima kapal," katanya. Dirjen Pengawasan DKP Ali Sularso mengatakan berdasarkan ketentuan tentang perikanan maka aparat penegak hukum bidang perikanan adalah TNI AL, Polri, dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) DKP. Pihaknya menyiapkan SOP (standar operasional prosedur) bagi PPNS DKP, TNI AL, dan Polri untuk melakukan tindakan hukum bagi kapal-kapal nelayan yang melanggar aturan saat beroperasi di perairan Indonesia. SOP dilakukan di lima pengadilan ad hoc kelautan dan perikanan yakni di Pengadilan Negeri Tual, Bitung, Belawan, Jakarta, dan Pontianak yang sejak Oktober 2007 beroperasi. Lima lokasi itu strategis terjadinya pelanggaran kapal-kapal nelayan asing.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007