Surabaya (ANTARA News) - Biaya hidup di Surabaya dalam lima tahun terakhir semakin mahal dari Rp2,1 juta per-orang per-tahun pada 2002 menjadi Rp3,06 juta per-orang per-tahun pada 2007. "Itu hasil survei biaya hidup (SBH) 2007 putaran pertama (Januari-Juni 2007)," kata Deputi Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) DR Ali Rosidi dalam seminar kerjasama BPS-ITS di Surabaya, Selasa. Di depan peserta seminar bertajuk "Dampak Perubahan Pola Konsumsi Masyarakat Jatim Terhadap Angka Inflasi" itu, ia mengatakan Surabaya merupakan kota termahal kelima di Indonesia. "Survei Biaya Hidup (SBH) pada 2002 menunjukkan Surabaya sebagai kota termahal ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Batam. Kota termahal keempat dan kelima pada tahun itu adalah Jayapura dan Denpasar," katanya. Namun SBH 2007 pada putaran pertama menunjukkan Surabaya turun menjadi peringkat kelima setelah Jakarta, Aceh, Jayapura, dan Batam. "Penurunan peringkat itu tidak berarti biaya hidup di Surabaya menurun, melainkan justru biaya hidup di Surabaya makin mahal, karena biaya hidup di Jakarta yang merupakan kota termahal juga meningkat," katanya. Biaya Hidup di Jakarta, katanya, mengalami peningkatan dari Rp2,7 juta per-orang per-tahun pada 2002 menjadi Rp4,02 juta per-orang per-tahun pada tahun 2007 putaran pertama. "Survei yang kami lakukan juga mengalami perubahan, karena pada tahun 2002 hanya 45 kota dengan empat kota diantaranya dari Jatim, tapi survei tahun 2007 sudah meningkat hingga 66 kota dengan tujuh kota diantaranya dari Jatim," katanya. Senada dengan itu, pakar statistik ITS Surabaya Drs Kresnayana Yahya MSc selaku pembicara lain mengatakan, pola konsumsi warga Jawa Timur dalam lima tahun terakhir juga mengalami perubahan. "Perubahan pola konsumsi itu dari pangan (makanan) dan sandang (pakaian) menjadi papan (perumahan), transportasi, dan jasa pendidikan," katanya. Namun perubahan itu bukan berarti kehidupan warga Jatim lebih sejahtera, tapi justru semakin miskin, sebab biaya hidup mereka tersedot untuk kredit papan dan kredit sarana transportasi. "Bahkan, jasa pendidikan juga membuat keluarga muda di Surabaya makin miskin karena mereka harus membiayai anaknya untuk masuk play group dengan biaya lebih mahal 190 persen dibanding jenjang pendidikan lain," katanya. Dalam seminar yang diawali dengan sosialisasi Survei Biaya Hidup (SBH) 2007 itu, ia mengritisi survei BPS 2002-2007 yang "salah" mengamati masyarakat, karena survei hanya dilakukan pada orangtua, padahal biaya keluarga sekarang didominasi remaja hingga 60 persen. "Kalau yang di-survei ibu atau bapak tentu akan ada kesalahan pengamatan, karena biaya hidup anak-anak muda sudah mendominasi, diantaranya biaya rokok, alat komunikasi, sarana transportasi, dan pendidikan," katanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007