Tokyo (ANTARA News) - Markas Besar Kepolisian Nasional Jepang (National Police Agency) memastikan pejabat Indonesia bahwa pihaknya merasa belum perlu menjadikan WNI sebagai target yang patut dicurigai terus- menerus, meskipun baru-baru ini menemukan kasus perdagangan manusia yang melibatkan warga Indonesia. Demikian pernyataan yang disampaikan salah seorang petinggi intelijen di Biro Keamanan Mabes Kepolisian Jepang Harry Yamazaki kepada tim kecil Mabes Polri, seperti yang dikutip ketua tim Kombes Pol Zainuri Lubis kepada ANTARA News di Tokyo, Sabtu. "Meski ini mengindikasikan kasus human trafficking (perdagangan manusia, red) dengan korban dan tersangkanya berasal dari Indonesia, namun mereka merasa belum saatnya memasukkan begitu saja WNI dalam daftar pengawasan intensif mereka," kata Zainuri Lubis. Yamazaki yang juga menjabat sebagai Dirjen Hubungan Luar Negeri bidang Intelijen (setingkat Direktur pengawasan orang asing) menegaskan pihaknya lebih berkosentrasi membongkar jaringan yang diduga kuat juga melibatkan sindikat kejahatan Jepang. "Secara umum belum menemukan warga Indonesia sebagai pelaku kriminal yang tergolong cukup berat," kata Yamazaki lagi. Dalam catatan NPA, terdapat sekitar 25.000 WNI di seantero Jepang. Dari jumlah itu, maka sekitar 6.300 orang di antaranya tercatat sebagai pelanggar ketentuan imigrasi, yaitu pelanggaran overstay (melewati batas izin tinggal) dan masuk secara ilegal (illegal entry) dengan menggunakan paspor "aspal", asli tetapi dengan data identitas palsu. Aparat keamanan sendiri sudah menandai lokasi yang menjadi kantong-kantong bagi pemukiman WNI ilegal tersebut. Namun demikian, banyak juga pengusaha Jepang yang mempekerjakan warga Indonesia karena beroleh tenaga kerja murah namun dikenal rajin. Tim kecil Mabes Polri yang beranggotakan enam perwira menengah dari Badan Reserse dan Kriminal itu dipimpin oleh Kombes Pol Zainuri Lubis dan diperkuat oleh tiga analis utama penyidik kejahatan transnasional, yaitu Kombes Pol. Hasan Malik, Kombes Pol. Herman Hamid dan Kombes Pol. Wijaya. Dua anggota tim lainnya adalah AKBP Wayan Suparta (Kasubag Perencanaan Program) dan Komisaris Polisi Cicilia, analis junior penyidik penyelundupan manusia. Para perwira menengah itu juga dibantu Ajun Komisaris Polisi Afrony, perwira polisi di KBRI Tokyo. Kedatangan tim Mabes Polri bertujuan untuk mendalami kasus tertangkapnya lima WNI awal September lalu, karena mengindikasikan kejahatan serius perdagangan manusia. Pemerintah Jepang menengarai pedagangan manusia sebagai modus kejahatan transnasional yang kian marak. Selama berada di Tokyo, selain bertemu dengan kepolisian Jepang, tim mengunjungi imigrasi Tokyo. Tim juga meninjau fasilitas konsultasi bagi para tersangka dan melakukan wawancara dengan warga Indonesia yang menjadi korban. Dari lima WNI yang tertangkap, tiga sudah diproses hukum pihak Jepang. Tiga menjadi korban, dan dua lainnya diketahui menjadi pelaku utama. Kelimanya adalah Carrand Tangka, Rosita Rembeth, Wagner Turangan, Susi Risanti, dan Mersi Sigalaki. Carrand dan Rosita dituduh sebagai pelaku utama. Carrand yang berprofesi sebagai pramugara Garuda Indonesia itu dituntut hukuman empat tahun penjara, sedangkan Rosita, karyawan Kedutaan Besar Jepang di Jakarta, masih menunggu proses persidangan. Sementara status Susi Risanti dan Wagner Turangan diketahui sebagai korban. Susi Risanti sudah dipulangkan ke Indonesia oleh imigrasi Tokyo pada 12 Desember dengan mengunakan pesawat Garuda Indonesia. Sedangkan Wagner Turangan berstatus hukuman percobaan dan empat tahun dilarang memasuki Jepang. ia sendiri segera dipulangkan ke Indonesia. dalam menghadapi kejahatan perdagangan manusia, Jepang sudah menginstruksikan kedutaannya di seluruh dunia melakukan pengetatan pemberian visa. Di dalam negeri, aparat imigrasi juga memberlakukan ketentuan baru berupa sistem biometric di semua bandara dan pelabuhan internasionalnya, sejak 20 November lalu. Tim mabes Polri menjelaskan kepada pihak Imigrasi dan Kepolisian Jepang, bahwa Indonesia juga menjadi kejahatan perdagangan manusia sebagai tindak kejahatan serius karena banyak menjadikan perempuan dan anak-anak sebagai korban. "Dalam petemuan-pertemuan itu kita berhasil juga memperoleh kerja sama berupa pertukaran informaai serta mekanisme kerja sama lainnya," demikian Kombes Pol Hasan Malik. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007