Jakarta (ANTARA) - Cendekiawan Prof Dr Emil Salim mengatakan bonus demografi berupa dominasi penduduk usia produktif harus dibuatkan persiapan agar warga dari generasi kini dan mendatang menjadi sumber daya manusia (SDM) terampil dan berkualitas agar Indonesia bisa keluar dari negara ekonomi menengah (middle income country).

"Kalau kita tidak memanfaatkan (bonus demografi) ini maka tidak usah kita berpikir keluar dari middle income trap," kata Emil Salim yang juga ahli ekonomi dalam Simposium Kebangsaan dan Perayaan 111 Tahun Kebangkitan Nasional di Gedung IMERI, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Senin.

Simposium Kebangsaan itu diadakan oleh Forum Koordinasi Lintas Fakultas Alumni Universitas Indonesia (Fokal UI) dengan tema "Visi Indonesia 2045: Berdaulat, Maju, Adil dan Makmur".

Emil yang merupakan lulusan Universitas Indonesia mengatakan bonus demografi membuka kesempatan untuk Indonesia keluar dari negara ekonomi menengah menjadi negara ekonomi maju karena bonus demografi menghasilkan populasi produktif yang mendominasi penduduk negeri ini.

Dia mengatakan jika populasi produktif itu tidak dipersiapkan dengan optimal maka tidak akan menghasilkan sumber daya manusia yang mampu berdaya saing dan membangun bangsa, justru akan membuat beban jika tidak menjadi tenaga kerja yang terampil.

Dia mengatakan Indonesia menghadapi tiga tantangan utama, yakni terjebak sebagai negara ekonomi menengah, ketimpangan yang meningkat, kompetisi global.

Untuk mengatasi tiga tantangan utama itu, Indonesia mempunyai modal yaitu bonus demografi dan urbanisasi, pembangunan kapasitas dan manajemen pengetahuan, pertumbuhan produktivitas dan pembangunan berkelanjutan.

Diperkirakan perlu 20-40 tahun untuk negara ekonomi menengah di Asia guna mencapai negara ekonomi maju, di antaranya India diperkirakan pada 2055, Vietnam tahun 2054, Filipina 2048, Indonesia 2043, Thailand 2035, China 2028 dan Malaysia pada 2021.

Emil mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung berada pada angka 5 persen sekian. Ketimpangan juga menjadi suatu persoalan yang harus diatasi. Di lain sisi, pertumbuhan ekonomi berlangsung lamban karena adanya jurang pembangunan infrastruktur sejak lama, yang kemudian digenjot beberapa tahun belakangan ini.

Selain itu, kualitas pendidikan juga belum mengalami peningkatan yang signifikan, padahal sektor ini berpengaruh pada pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas.

"Kita harus genjot habis-habisan kuantitas manusia berkualitas Indonesia," ujarnya.

Guna mengembangkan pendidikan agar mendukung pertumbuhan ekonomi, maka perlu dilakukan sejumlah upaya di antaranya pembangunan puluhan universitas sebagai pusat penelitian untuk menghasilkan berbagai inovasi dan mendukung keberlanjutan pemanfaatan optimal teknologi, menciptakan 100.000 doktor pada 2025, membangun universitas dan politeknik yang berkualitas serta relevan dengan kebutuhan tenaga kerja dan bangsa, meningkatkan intensitas, kualitas dan relevansi pusat-pusat pelatihan bersertifikat.

Dia mengatakan indeks pembangunan di bawah rata-rata nasional terjadi di Sumatera (Aceh, Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung), Jawa (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur), Kalimantan (Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara), Sulawesi (Sulawesi TENGAH, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat), Maluku (Maluku Utara), Papua (Papua Barat).

Dia mengatakan pemerintah Indonesia juga perlu terus menggenjot pembangunan di wilayah Indonesia untuk bergerak maju dan menyingkirkan disparitas pembangunan antarwilayah. Fokus pembangunan terutama pada Indonesia bagian timur agar bisa berkembang maju dengan kota-kota lain di Jawa. Petani-petani juga harus diperkuat sehingga dapat meningkatkan produksi dan produktivitasnya untuk meningkatkan kontribusi sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2019