Islamabad (ANTARA News) - Pemimpin tertinggi Al Qaeda di Afghanistan telah mengaku bertanggungjawab atas pembunuhan pemimpin oposisi Pakistan, Benazir Bhutto, kata Asia Times Online melaporkan Jum`at. Dalam satu pembicaraan per telpon dengan situs berita itu, Mustafa Abu al-Yazid, yang pada Mei lalu tampil sebagai kepala operasi Al Qaeda di Afghanistan, mengklaim telah memerintahkan operasi membunuh Benazir Bhutto, yang tewas ditembak Kamis setelah menyampaikan pidato di depan rapat umum politik di kota Pakistan, Rawalpindi. "Ini adalah kemenangan besar pertama kami terhadap pihak-pihak yang bekerjasama dengan kafir dalam perang terhadap Al Qaeda dan menyatakan perang terhadap mujahidin," kata Mustafa. Dia merujuk pada kampanye baru-baru ini yang dilakukan Benazir Bhutto menjelang pemilihan parlemen 8 Januari, dalam mana dia mengecam kelompok ekstrim Islam. Komandan kelompok militan ini mengatakan kepada Asia Times, bahwa satu pengawal kematian yang terdiri atas beberapa anggota kelompok Islam militan yang berbasis di Pakistan, Laskhar-i-Jhangvi yang melakukan pembunuhan tersebut atas perintah Al Qaeda. Pengakuan bertanggungjawab atas pembunuhan tokoh oposisi terbesar Pakistan itu terjadi pada saat Pakistan sedang mempersiapkan pemakaman Benazir Jum`at, yang pembunuhannya memicu kerusuhan yang meluas ke seluruh negerinya dan menyebabkan Pakistan terperosok ke dalam krisis politik yang paling gawat dalam beberapa puluh tahun terakhir. Benazir Bhutto, 54 tahun, dimakamkan pada Jum`at petang di kompleks pemakaman keluarganya di kota kediamannya, di desa Garhi Khuda Baksh, di provinsi selatan Sindh. Berbondong-bondong pendukung Partai Rakyat Pakistan yang dipimpinnya telah dimulai sejak pagi ke desa itu, untuk mengucapkan selamat tinggal kepada perdana menteri dua periode dan panutan politik di negaranya tersebut. Pada pekan-pekan menjelang kematiannya, Benazir mengaku bahwa unsur-unsur dalam pemerintahan Presiden Pervez Musharraf yang didukung militer dan petugas keamanan Pakistan yang simpati kepada perjuangan ekstrim Islam, bermaksud hendaknya membunuhnya. Meskipun demikian, Musharraf dalam suatu pidato kepada bangsanya Kamis malam menudingkan kecaman kepada para ekstrimis pro Taliban dan Al Qaeda yang melancarkan lebih dari 50 serangan bunuhdiri di seluruh negeri pada 2007. Sementara itu tajuk-tajuk suratkabar pada hari Jum`at mengatakan, kematian Benazir membahayakan bagi upaya-upaya mengembalikan pemerintahan sipil setelah delapan tahun pemerintahan dipimpin oleh Musharraf, yang baru saja pensiun dari jenderal angkatan darat setelah mengambil-alih kekuasaan dalam kudeta pada 1999. "Pembunuhannya mengancam akan melencengkan proses yang akan dijalani Pakistan untuk kembali kepada pemerintahan demokratik, khususnya oleh koalisi para pemimpin moderat dan liberal yang berhadapan dengan semakin tumbuhnya ekstrimisme dan fanatisme keagamaan," kata The News. Satu tajuk dalam suratkabar The Nation mengatakan: "Kejadian itu mencerminkan betapa Musharraf menghadapi bahaya ekstrimisme, yang tidak banyak terjadi pada tahun 1990-an, yang berkembang sejak dia bergandeng-tangan dengan Amerika Serikat untuk menjalankan apa yang disebut perang terhadap teror. Dia harus mengambil langkah-langkah untuk memuluskan jalan bagi pemulihan demokrasi yang sesungguhnya." Presiden AS, George W. Bush, memandang Musharraf sebagai sekutunya yang kritis dalam perang terhadap terorisme, dan pemerintahan Musharraf telah didesaknya untuk kembali ke demokrasi, untuk menghindarkan krisis yang bisa mempengaruhi operasi-operasi militer terhadap Al Qaeda dan kelompok militan Taliban, di sepanjang perbatasan barat Pakistan dengan Afghanistan. Benazir Bhutto menuduh bahwa Musharraf merasa terancam oleh kerumunan besar massa yang menghadiri kampanye rapat umumnya menjelang pemilu 8 Januari, dan juga oleh pemimpin oposisi rekannya Nawaz Sharif, dari Liga Muslim Pakistan. Dalam beberapa menit sebelum kematiannya, Benazir Bhutto mengatakan bahwa `anak yatim politik berusaha menunda pemilihan-pemilihan dengan memberlakukan keadaan darurat di dalam negeri, tetapi gagal.` Ia menujukan pernyataannya itu kepada gerakan Musharraf yang telah memberlakukan keadaan darurat negara pada awal November lalu, yang kemudian dia cabut pada bulan ini. Tak lama kemudian, seorang penyerang menembakkan beberapa butir peluru pada saat Benazir sedang dielu-elukan para pendukungnya dari mobil terbuka Range Rover putihnya, sebelum roboh dan dan kemudian segera dilarikan oleh konvoinya dari tempat kejadian. Para pejabat rumahsakit mengatakan dia meninggal akibat sebutir peluru yang melukai lehernya, dan sedikitnya 22 orang lainnya juga tewas dalam aksi pemboman. Jenazah Benazir disertai oleh suami dan ketiga anaknya yang telah dewasa, diterbangkan dengan pesawat C-130 milik angkatan udara Kamis malam ke provinsi Sindh. Dia akan dimakamkan di samping makam ayahnya, Zulfiqar Ali Bhutto, yang juga mantan perdana menteri Pakistan yang digulingkan oleh militer Pakistan pada 1977, dan kemudian digantung dua tahun kemudian. Dua saudara lelakinya juga tewas secara misterius dan dimakamkan di kompleks pemakaman itu pula. Terakhir, Benazir mengunjungi makam tersebut 21 Oktober lalu, tiga hari setelah dia kembali pulang ke tanah airnya dari pengasingan dan selamat dari upaya pemboman bunuhdiri yang menghadangnya saat arak-arakan menyambut kedatangannya di kota selatan Karachi, yang menewaskan 140 orang, demikian laporan DPA.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007