Islamabad (ANTARA News) - Kementerian Luar Negeri Pakistan, Rabu, mengatakan bahwa pemerintah bersedia menerima bantuan internasional dalam penyelidikan kasus pembunuhan pemimpin oposisi, Benazir Bhutto. "Pemerintah memiliki komitmen terhadap penyelidikan yang seksama dan transparan dan bersedia menerima bantuan dari pihak luar," kata juru bicara kementerian luar negeri Pakistan, Mohammed Sadiq, kepada wartawan. Dia mengatakan Menteri Luar Negeri Perancis, Bernard Kouchner, yang berkunjung ke Pakistan, Rabu, telah menawarkan bantuan untuk penyelidikan tersebut. AS dan Inggris juga telah memberi tahu Pakistan bahwa mereka dapat membantu penyelidikan tersebut. "Prancis adalah negara penting dari masyarakat Eropa. Dia memang menawarkan bantuan Prancis untuk penyelidikan tersebut. Kami memastikan bahwa kami akan menghubungi mereka jika bantuan seperti itu diperlukan," kata Sadiq. Tetapi, dia menolak permintaan dari duda Bhutto, Asif Ali Zardari, bagi penyelidikan dari PBB sebagaimana penyelidikan yang dilakukan badan dunia tersebut terhadap pembunuhan mantan perdana menteri Lebanon, Rafiq Hariri. "Situasi di Pakistan benar-benar berbeda dengan situasi di sekitar kematian Hariri," kata Sadiq. Sebelumnya para pejabat Pakistan telah menolak suatu penyelidikan internasional. Kementerian dalam negeri pada Sabtu mengatakan bahwa Pakistan tidak memerlukan bantuan asing dan mereka mengemukakan bahwa masyarakat internasional "tidak mengerti lingkungan" di negara tersebut. Kouchner pada Rabu menemui Musharraf untuk menawarkan pertolongan dari Prancis dan 27 negara Uni Eropa. "Hari ini kami kepada Presiden Musharraf menawarkan untuk menyediakan pakar-pakar dari Prancis atau Eropa," kata Kouchner sesudah menemui Musharraf di Rawalpindi, kota tempat terjadinya serangan terhadap Bhutto. "Mr Musharraf menjawab bahwa itu adalah gagasan menarik," katanya. Menteri luar negeri Prancis juga mengantarkan surat dari Presiden Prancis, Nicolas Sarkozy, dan menurut dia isinya mengungkapkan solidaritas Prancis terhadap Pakistan atas terjadinya "kejahatan yang mengerikan" itu, demikian AFP.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008