Tahun lalu saya masih bisa dapat tiket ke Larantuka dengan harga Rp300.000-an. Tetapi kali ini harga yang saya dapat Rp600.000-an
Kupang (ANTARA) - Sejumlah pemudik di Bandara El Tari Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) mengeluhkan harga tiket yang sangat tinggi tahun ini dibandingkan harga tiket jelang Idul Fitri pada tahun 2018.

"Seingat saya, harga tiket pesawat domestik khusus ke bandara lain di NTT ini harga tertingginya hanya mencapai Rp500.000 per kursi. Tetapi tahun ini harga tertingginya sudah mau mencapai Rp800.000," kata Anton K, seorang pemudik yang ditemui di Bandara El Tari Kupang, NTT, Rabu.

Hal ini disampaikannya ketika Antara memantau langsung masih sepinya aktivitas pemudik di Bandara El Tari Kupang.

Ia sendiri mengaku hendak ke Larantuka, Kabupaten Flores Timur dengan alasan ingin mudik lebih awal agar bisa mendapatkan tiket dengan harga murah tetapi ternyata tak sesuai yang diharapkan, walaupun sudah memesan dari jauh hari.

"Tahun lalu saya masih bisa dapat tiket ke Larantuka dengan harga Rp300.000-an. Tetapi kali ini harga yang saya dapat Rp600.000-an," tambah dia.

Ia pun mengira bahwa dengan adanya penetapan tarif batas atas dan bawah justru dapat meringankan pengguna pesawat terbang, tetapi justru sebaliknya.

"Bayangkan saja, harga tiket Larantuka-Kupang dan sebaliknya yang sebelumnya bisa kami dapat dengan harga tertinggi Rp500.000 dan harga terendah Rp200.000-Rp300.000-an kini harga tertingginya RP500.000-an ," ujar dia,

Hal yang sama juga diakui oleh Valen seorang pemudik asal Jawa Timur yang memilih pulang lebih awal agar tidak berdesak-desakan dengan pemudik lainnya.

"Saya juga merasakan demikian. Tiket pesawat kali ini harganya melambung sangat tinggi. Tetapi mau bagaimana lagi, masa tidak pulang Lebaran di kampung," ujar dia.

Pemerintah dan pihak maskapai penerbangan, kata dia, seharusnya mengkaji kembali kenaikan harga tarif atas bawah tiket pesawat itu. Kondisi harga tiket saat ini, lanjut dia, merugikan masyarakat yang biasa menggunakan pesawat untuk melakukan perjalanan jauh.

Pewarta: Kornelis Kaha
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019