Jakarta (ANTARA News) - Pengacara Soeharto, M. Assegaf, mengatakan kliennya tidak memerlukan pengampunan karena kasus pidananya sudah dihentikan, sedangkan kasus perdatanya masih berjalan. "Tidak perlu pengampunan karena pengampunan mengandung pengertian yang diampuni itu salah," katanya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa. Assegaf mengatakan hal itu terkait desakan sejumlah kalangan yang menghendaki pemerintah mengampuni dan menghentikan proses hukum terhadap Soeharto. Menurut Assegaf, kasus pidana Soeharto telah berkekuatan hukum tetap dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara (SKP3). "Proses hukum sudah dihentikan, itu saja dihormati," katanya. Sebelumnya pada 21 Agustus 2000 Kejaksaan Agung berupaya menyeret mantan Presiden Soeharto menjadi pesakitan dalam perkara pidana dugaan korupsi pada tujuh yayasan termasuk Yayasan Supersemar, namun upaya itu gagal karena Soeharto sakit dan dinyatakan tidak dapat diadili. Pada 11 Mei 2006, Kejaksaan Agung mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara (SKP3) HM Soeharto dan mengalihkan upaya pengembalian keuangan negara melalui pengajuan gugatan perdata. Assegaf menambahkan, kasus perdata Soeharto masih dalam proses persidangan sehingga Soeharto belum bisa dinyatakan bersalah. Kejaksaan Agung, katanya, tidak bisa menyatakan Soeharto menyelewengkan dana beasiswa di Yayasan Beasiswa Supersemar karena dana beasiswa sepenuhnya milik yayasan. "Uang adalah milik yayasan," kata Assegaf. Gugatan perdata terhadap Soeharto dan Yayasan Beasiswa Supersemar diajukan terkait dugaan penyelewengan dana pada yayasan tersebut yang pernah diketuai Soeharto. Kejaksaan juga menuntut pengembalian dana yang telah disalahgunakan senilai 420 juta dolar AS dan Rp185,92 miliar, ditambah ganti rugi imateriil Rp10 triliun. Menurut Ketua Tim Jaksa Pengacara Negara (JPN) Dachmer Munthe, yayasan tersebut pada awalnya bertujuan menyalurkan beasiswa kepada pelajar dan mahasiswa kurang mampu sejak tahun 1978. Yayasan Supersemar menghimpun dana negara melalui bank-bank pemerintah dan masyarakat. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1976 tentang Penetapan Penggunaan Sisa Laba Bersih Bank-Bank Milik Pemerintah, yang kemudian diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 373/KMK.011/1978, serta Pasal 3 Anggaran Dasar Yayasan Supersemar, seharusnya uang yang diterima disalurkan untuk beasiswa pelajar dan mahasiswa, namun pada praktiknya tidak demikian dan telah terjadi penyelewengan. Penyelewengan dana itu, menurut JPN, merupakan perbuatan melawan hukum sesuai pasal 1365 KUHPerdata.(*)

Pewarta:
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008