Tobelo, Halmahera Utara (ANTARA News) - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Halmahera Utara, Maluku Utara bersama Institut Pertanian Bogor (IPB), membuka kelas khusus pascasarjana sebagai upaya meningkatkan sumberdaya manusia (SDM) di daerah yang kaya dengan sumberdaya alam kelautan dan pesisir itu. Menurut Bupati Halmahera Utara, Hein Namotemo, di Tobelo pada Selasa, pihaknya telah menyiapkan anggaran Rp1 miliar untuk program peningkatan SDM yang akan dimanfaatkan untuk mengelola potensi sumberdaya alam kelautan dan pesisir di daerahnya itu. Kerjasama yang juga melibatkan Universitas Khairun (Unkhair) Ternate itu, untuk tahap awal akan diikuti oleh 20 mahasiswa, yang kesemuanya adalah pejabat eselon II dan III di lingkungan Pemkab Halmahera Utara, kata Hein saat membuka seminar sehari "Pemberdayaan Masyarakat dan Tata Ruang Pesisir" di daerah yang berjarak sekitar 200 mil laut dari Ternate, ibukota Provinsi Maluku Utara tersebut. Seminar tersebut digagas bersama antara Pemkab, IPB, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) dan Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT). Hadir pada acara itu Deputi Tata Ruang Pesisir DKP, Ferrianto Hadisetiawan Djais, Deputi Bidang Pembinaan Sosial Budaya Meneg PDT, Dodo Suparman, Dekan Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan (FPIK) IPB, Dr Ir Indra Jaya dan pejabat Bappenas serta kalangan DPRD setempat. Mengenai alasan mendasar kebijakan yang dilakukannya itu, Namotemo, yang menyebut daerah yang dipimpinnya itu "daerah sangat tertinggal", menjelaskan bahwa porsi pendidikan yang dialokasikan dari APBD tahun 2008 mencapai hampir 13 persen, dan berada di urutan kedua struktur APBD setelah permukiman, prasarana dan wilayah. Dikemukakannya bahwa pembangunan infrastruktur memang penting, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa percepatan pembangunan daerah sangat tergantung pada tenaga pelaksana. "Apabila birokrat tidak memiliki pengetahuan, ketrampilan serta pengalaman yang memadai, mungkin akan terlambat juga mengelola pengembangan masyarakat dengan potensi SDA yang ada itu," katanya. Diklat-diklat yang pernah ada dinilainya kurang menolong, seringkali aspek dan beban psikologi tidak sama dengan ketika mendapat pendidikan formal, seperti program magister (pascasarjana), katanya. "Di sana ada tanggung jawab yang harus dipikul setelah dia mendapat predikat magister misalnya, jadi saya pikir ini sebuah kesempatan yang paling baik, di samping itu ilmu yang akan diperoleh di perguruan tinggi akan kita terapkan langsung di lapangan," kata sarjana perikanan lulusan Universitas Patimura (Unpati) itu. Sebelum memilih IPB, pihaknya mempunyai pilihan untuk menggandeng Unpati, Unkhair (Universitas Khairun) Ternate, Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, Universitas Hassanudin (Unhas) Makassar, dan juga Institut Teknologi Bandung (ITB) tempat ia menyelesaikan S2-nya. Namun, peluang paling awal justru diperoleh dari IPB. "Kebetulan peluang awal yang kita peroleh itu melalui IPB, ditambah bantuan saudara Muhammad Banabo, putra Maluku Utara yang sedang studi S-2 di IPB, yang menghubungkan kami dengan IPB sehingga peluang itulah yang langsung kami tangkap," katanya. Pihaknya juga telah bekerjasama dengan perguruan tinggi lain, seperti dengan Unpati untuk ilmu hukum, dengan kepentingan yang selaras, yakni meningkatkan kapasitas SDM birokrasi di daerahnya. Ditambahkannya bahwa alokasi anggaran senilai kurang lebih Rp1 miliar itu punya konsekuensi yakni mereka yang dibiayai harus dapat menyelesaikan studinya tepat waktu. "Kami anggap 20 mahasiswa ini sebagai kelompok kerja di daerah, karena itu mereka memacu diri, bukan saja saat mereka tatap muka dengan dosen, tapi juga setelah itu, karena itu kita mesti tepat waktu," katanya. Pemikiran Baru Sementara itu, Dekan FPIK IPB, Indra Jaya mengatakan, program kerjasama itu diharapkan dapat meningkatkan kualitas SDM staf di Pemkab Halmahera Utara untuk membantu mengubah kultur mereka, dan juga membawa pemikiran baru dalam mengelola daerah serta menerima masukan lain. "Karena tingkat penerimaan itu ditentukan juga oleh tingkat kecerdasan, makin tinggi makin bagus," katanya menilai program pertama di Indonesia itu. Dengan program itu, pihaknya berusaha membuat mekanisme baru, karena sistemnya mereka akan kuliah di dua perguruan tinggi yakni di Unkhair dan IPB. Pasalnya, untuk masuk di IPB harus ada kualifikasi tertentu, apalagi karena sudah lama para PNS tersebut tidak mengikuti pendidikan lagi, jadi untuk masuk langsung akan mengalami kendala sehingga perlu dibuat perlakuan-perlakuan khusus seperti adanya matrikulasi di IPB, kemudian ke Unkhair, demikian seterusnya. "Jadi, dalam program ini melibatkan institusi lokal. Kita tidak hanya mendidik SDM di Halmahera Utara ini saja, tapi juga mengembangkan universitas daerah, transfer ilmu, dan ini bertemu dengan Unkhair yang ingin sekali mengembangkan pascasarjana, tapi belum punya pengalaman, jadi IPB memelopori itu," katanya. Diakuinya bahwa untuk mengarah ke kondisi itu memang perlu waktu lama, tapi IPB tetap menerapkan standar waktu dua tahun, hanya saja memang akan dicari formatnya, dan nantinya mereka akan melakukan riset yang akan terintegrasi dengan problem daerah. "Jadi mereka bisa terlibat langsung secara sistematis menyelesaikan persoalan daerah," demikian Indra Jaya.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008