Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah, Rabu pagi, merosot mendekati angka batas psikilogis Rp9.500 per dolar AS, karena pelaku pasar aktif membeli dolar AS terutama korporasi seperti Pertamina untuk impor minyak mentah. Nilai tukar rupiah melemah menjadi Rp9.465/9.470 per dolar AS dibanding penutupan hari sebelumnya Rp9.453/9.455 per dolar AS atau turun 12 poin. Analis Valas PT Bank Saudara, Rully Nova, di Jakarta, Rabu, mengatakan tekanan negatif pasar terhadap rupiah terutama akibat gejolak harga minyak mentah dunia yang terus menguat hingga mencapai 100,09 dolar AS per barel. Rupiah juga tertekan oleh kekhawatiran pelaku pasar terhadap inflasi di dalam negeri yang cenderung meningkat, katanya. Karena itu, lanjut dia, meski data ekonomi AS mengenai tingkat pengangguran yang meningkat menekan dolar AS turun, namun belum memicu rupiah menguat. Penguatan rupiah tertahan oleh tingginya kekhawatiran atas faktor internal dan eksternal yang terus terjadi, ucapnya. Menurut dia, tingkat rupiah saat ini dinilai wajar, apalagi tekanan pasar cukup kuat jadi penurunan rupiah saat ini bersifat temporer. Rupiah masih berpeluang untuk menguat, apabila rencana bank sentral AS (The Fed) kembali menurunkan suku bunganya jadi dilaksanakan. The Fed pada akhir bulan ini berencana menurunkan suku bunga Fedfund sebesar 50 basis poin menjadi 3,75 persen dari sebelumnya 4,25 persen yang diperkirakan memicu rupiah menguat tajam, ucapnya. The Fed sebelumnya pernah menurunkan suku bunganya sebesar 50 basis poin menjadi 4,50 persen yang mendorong rupiah naik hingga berada di bawah level Rp9.300 per dolar AS Sementara itu, dolar AS terhadap yen di pasar regional cenderung stabil pada 108,84 dan terhadap euro menjadi 1,4712. Pelaku pasar optimis The Fed akan memangkas suku bunganya sebesar 50 basis poin untuk memicu pertumbuhan AS yang cenderung terus melambat. (*)

Copyright © ANTARA 2008