Jakarta (ANTARA) - Pada sepuluh hari terakhir bulan suci Ramadhan, pengeluaran dalam keluarga cenderung meningkat seiring dengan peningkatan kebutuhan untuk persiapan menyambut hari raya Idul Fitri.
Namun di sisi lain, sebagian kaum muslim juga mulai meningkatkan intensitas ibadah, seperti melakukan i’tikaf di masjid-masjid, memperbanyak dzikir, dan membaca Al-Quran, sembari berharap bisa mendapatkan Lailatul Qadar yang di dalam Al-Quran disebutkan malam yang lebih baik dari seribu bulan.
Peningkatan intensitas ibadah tentu sangat baik karena Lailatul Qadar diyakini turun pada sepuluh hari terakhir pada bulan suci Ramadhan, terutama pada malam-malam ganjil. Namun, hal yang tidak kalah penting mendapatkan perhatian adalah suplai kebutuhan keluarga yang menjadi tanggung jawab para suami sebagai kepala keluarga.
Simak penjelasan Ustaz Mahbub Maafi, Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU, mengenai anjuran memberi uang belanja lebih kepada istri pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan.
Imam al-Mawardi salah satu ulama kenamaan dari kalangan madzhab Syafi'i berpendapat bahwa bagi suami disunnahkan atau dianjurkan untuk memberikan uang belanja lebih untuk kebutuhan keluarganya pada bulan Ramadhan, terutama pada sepuluh hari akhir bulan suci Ramadhan.
Bahkan bukan hanya itu saja, seorang suami juga dianjurkan untuk berbuat kebajikan kepada kerabat dan tetangga. Hal ini sebagaimana dikemukakan Imam Muhyiddin Syarf an-Nawawi sebagai berikut:
قَالَ الْمَاوَرْدِىُّ وَيُسْتَحَبُّ لِلرَّجُلِ أَنْ يُوَسِّعَ عَلَي عِيَالِهِ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ وَاَنْ يُحْسِنَ إِلَي أَرْحَامِهِ وَجِيرَانِهِ لَاسِيَمَا فِي الْعَشْرِ الْاَوَاخِرِ مِنْهُ
"Al-Mawardi berpendapat bahwa dianjurkan bagi seorang suami untuk memberikan lebih untuk memenuhi kebutuhan keluarganya pada bulan Ramadlan, berbuat kebajikan kepada sanak-famili, dan tetangganya, terlebih pada sepuluh hari akhir bulan suci Ramadlan." (Muhyiddin Syarf an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Kairo-Dar al-Hadits, 1421 H/2010 M, juz, VII, h. 576)
Baca juga: Hukum menerima THR dari non-muslim
Pandangan yang disampaikan Imam Al-Mawardi tersebut setidaknya memberikan dua pesan penting. Pertama, para suami sangat dianjurkan untuk memberikan uang belanja lebih atas kebutuhan keluarganya, apalagi ketika memasuki sepuluh hari terakhir bulan suci Ramadhan seperti memberikan uang belanja lebih kepada istri untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kedua, seorang suami juga perlu menyeimbangkan antara peningkatan intensitas beribadah pada sepuluh hari terakhir dengan kebajikan-kebajikan lainnya. Di satu sisi memperbanyak dan meningkatkan ibadah dan di sini lain juga memberikan lebih untuk menyuplai kebutuhan keluarga, berbagi, dan berbuat kebajikan pada kerabat dan tetangga.
Jika kita menelisik lebih dalam terhadap anjuran pemberian suplai lebih terhadap kebutuhan keluarga, berbagi atau berbuat kebajikan kepada kerabat dan tetangga pada bulan Ramadhan sebagaimana dikemukakan Imam al-Mawardi di atas, hal itu didasarkan kepada salah satu hadits yang menganjurkan kepada kita untuk meningkatkan sedekah pada bulan suci Ramadhan sebagaimana berikut:
عَنْ أَنَسٍ قَالَ قِيلَ يَارَسُولَ اللهِ أَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ قَالَ صَدَقَةُ رَمَضَانَ
"Dari Anas ra ia berkata, bahwa Rasulullah saw pernah ditanya apakah sedekah yang paling utama? Beliau pun menjawab sedekah yang paling utama adalah sedekah pada bulan Ramadhan" (HR. Al-Baihaqi).
Namun demikian, para istri yang mendapatkan suplai kebutuhan lebih dari suaminya pada bulan Ramadhan seperti mendapatkan tambahan uang belanja agar tidak menggunakannya secara berlebihan seperti membeli sesuatu yang sebenarnya tidak diperlukan.
Sebab, hal itu bertentangan dengan semangat puasa itu sendiri. Begitu juga berlaku untuk para kerabat dan tetangga yang mendapatkan rejeki lebih pada bulan suci Ramadhan, semestinya mereka tidak menggunakannya di luar kebutuhan.
Baca juga: Sri Mulyani: Pencairan THR telah mencapai Rp19 triliun
Baca juga: Tips bijak kelola uang THR
Editor: Imam Santoso
Copyright © ANTARA 2019