Padang (ANTARA News) - Tokoh politik nasional, H Amien Rais meminta Presiden RI, Soesilo Bambang Yudhoyono segera melakukan terobosan hukum istimewa bagi mantan Presiden RI, Soeharto, yang bermuara pada pengampunan terhadap penguasa Orde Baru itu. Hukum istimewa itu muaranya Soeharto diminta mengembalikan semua kekayaan yang tidak legal, seperti mungkin tanah peternakan Tapos dan mungkin Bukit Soeharto di Kalimantan Timur, kemudian diberikan pengampunan, kata Amien menjawab ANTARA News di Padang, Jumat. Hal itu disampaikan Amien Rais usai menghadiri Peringatan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1429 Hijriah, menanggapi kondisi kesehatan mantan penguasa Orde Baru itu dan tuntutan pengadilan hukum terhadapnya. Menurut dia, setelah hukum istimewa, lalu semua tentang Soeharto dinyatakan "tutup buku" dan kemudian semua melihat ke depan. Ia mengatakan, Presiden Yudhoyono sedang diuji kepemimpinannya terkait kondisi Soeharto. "Jangan hanya rapat-rapat kabinet, tapi harus diputuskan, ini berlomba dengan waktu. Tanpa mendahului takdir Tuhan, orang seusia 86 tahun (Soeharto, red) memang sudah rapuh sekali, jadi orang yang sehat, berfikir rasional dan beriman kepada Allah, masalah ini harus segera dipecahkan," katanya. Amien menambahkan, tidak ingin menggurui, tapi Yudhoyono sebagai Presiden RI harus mengambil keputusan, jangan maju-mundur dan jangan ragu-ragu. Jadi, katanya, cara menolong Soeharto yang pernah menjadi Presiden RI selama 32 tahun, adalah dengan membuat keputusan yang mungkin pro-kontra dan kontroversial, tapi harus diambil sehingga sama-sama enaknya. Menurut dia, kalau sudah kondisinya seperti itu, maka ada pertimbangan yang lebih tinggi dari hukum. "Saya melihat di berbagai media massa, ahli hukum berdebat soal pidana dan perdata tentang Soeharto hingga sampai membosankan, karena pendapatnya berwarna-warni sehingga membuat kita agak bingung," katanya. "Jika sudah begini, maka perlu ada pertimbangan moral, keagamaan dan kemanusiaan. Sudahlah sisihkan dulu pertimbangan hukum yang centangperenang itu," tambahnya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008