Wonogiri (ANTARA News) - Masyarakat Wonogiri, Jawa Tengah, terus mengikui perkembangan kesehatan mantan Presiden Republik Indonesia (RI) Soeharto yang saat ini masih kritis dan dirawat di Rumah Sakit Pusat Pertamina Jakarta, melalui berita televisi dan radio serta media cetak (koran). "Sebagai `wong` (orang) Jawa, kami--masyarakat Wonogiri--dalam memandang sosok Pak Harto, tetap mengutamakan dan mengedepankan kultur serta falsafah Jawa yakni `mikul duwur mendem jero` yang artinya yang baik dipakai, tetapi yang jelek harus dibuang dan dikubur dalam-dalam terhadap perbuatan semasa kepemimpinan Pak Harto," kata mantan Sekda Kabupaten Wonogiri, Mulyadi di Wonogiri, Jateng, Minggu. Daerah Wuryantoro, Wonogiri, katanya, merupakan tempat pada saat kecilnya mantan Presiden Soeharto berada. "Karena itu tidak mengherankan jika mayoritas masyarakat Wonogiri terus mengikuti perkembangan kesehatan Soeharto," kata dia. Bahkan, menurut dia, teman sekolah mantan Presiden Soeharto yang saat ini masih hidup adalah Pak Karmin (86) menilai Pak Harto itu sewaktu masih sekolah di Sekolah Rakyat (SR) di Wuryantoro orangnya cerdas dan jadi panutan teman-temannya. "Mantan Presiden Soeharto menurut Pak Karmin adalah sosok yang cerdas dan selalu jadi panutan," katanya menjelaskan. Karmin yang saat ini tinggal di Desa Kelopo Manis Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Wonogiri, katanya, berpisah dengan mantan Presiden Soeharto sejak masuk tentara, dulu mereka sering bermain sepak bola dan kasti. Terlepas dari semuanya itu, katanya, bangsa Indonesia yang memiliki budaya yang adi luhung harus menjunjung tinggi sejarah yang artinya sejarah itu harus selalu diingat. "Demikian pula terhadap jasa-jasa Pak Harto yang baik dalam memajukan bangsa Indonesia harus diingat pula," katanya. Pada saat kecil mantan Presiden Soeharto bertempat tinggal di Wuryantoro, Wonogiri mengikuti pamannya seorang mantri tani bernama Prawirohardjo. Seusai tamat sekolah rendah pada waktu itu hanya empat tahun, setelah itu Soeharto melanjutkan sekolah di Wonogiri yang kemudian pindah lagi ke Selogiri yang jaraknya 6 kilometer dari Kota Wonogiri. Namun, kegembiraan Soeharto tak berlangsung lama karena ia harus kembali ke Kemusuk, Godean, Sleman-Yogyakarta, akibat adanya aturan sekolah yang mengharuskan mengenakan celana dan sepatu, sementara orang tuanya tak mampu membeli. Akhirnya ia terpaksa melanjutkan ke sekolah menengah Muhammadiyah di Yogyakarta yanng memperbolehkan siswanya bersekolah memakai kain sarung tanpa sepatu. Soeharto adalah anak dari pasangan Sukirah dan Kertosudiro, seorang petugas ulu-ulu yang dilahirkan pada 8 Juni 1921 di Desa Kemusuk, Argomulyo, Godean, Sleman-Yogyakarta.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008