Jakarta (ANTARA News) - Semangat para perajin tahu tempe untuk berdemo menuntut pemerintah agar menstabilkan kedele bisa menjadi contoh, setidaknya mereka rela mengeluarkan uang Rp10 ribu agar bisa berdemo di depan Istana Presiden. "Kita sudah diberitahu sejak akhir Desember lalu untuk demo, dan diminta biaya Rp10 ribu buat biaya makan dan sewa kendaraan," kata perajin tahu tempe dari Jakarta Utara Dwijoroyo ketika ditemui di depan Istana Presiden di Jakarta, Senin. Ia bersama sekitar tujuh ribu perajin se-Jakarta, Bekasi, Bogor, Tangerang bahkan Bandung turun bersama-sama memperjuangkan nasib setelah naiknya harga kedelai hingga lebih 100 persen. Di depan istana mereka berorasi agar pemerintah melakukan intervensi ke pasar untuk menstabilkan harga kedelai. Harga kedelai sejak sebelum lebaran tahun lalu sudah terlihat mulai naik, dan mencapai puncaknya sekitar Desember hingga saat ini yang naik melebihi 100 persen. Ketika itu harga masih mencapai Rp350 ribu/kwintal dan saat ini sudah Rp780 ribu/kwintal. Harga itu pun harus ditebus dengan tunai. "Kami membeli ke pedagang, dan mereka tidak bisa untuk utang," kata Dwijoroyo yang sudah 12 tahun ini menjadi perajin tempe. Perajin lainnya, Kliwonosuroso juga mengeluhkan tingginya harga kedelai itu. Keuntungannya pun merosot tajam, dari biasanya bisa memperoleh pendapatan sekitar Rp200 ribu per hari kini mencapai Rp50 ribu sudah beruntung. Kekompakan para perajin tersebut untuk berdemo dan memperjuangkan nasibnya terlihat begitu kental. Selain rela urunan, mereka pun memutuskan untuk menghentikan produksi selama tiga hari sejak Senin (14/1). Untuk melancarkan penghentian produksi itu, para perajin yang tergabung dalam Primer Koperasi Perajin Tahu Tempe Indonesia (Primkopti) juga tidak main-main. "Pihak koperasi melakukan sweeping dari rumah ke rumah untuk melihat apa benar perajin menghentikan produksi ataut tidak," kata Dwijoroyo. Menurut pria asal Pekalongan ini, jika ditemukan ada perajin yang masih berproduksi, mereka akan diingatkan agar tidak menjual ke pasaran. Sweeping juga dilakukan di pasar pada hari ini. Salah seorang pengurus Primkopti Jakarta Selatan Tohari juga mengaku, aksi penghentian produksi ini akan membuat Jakarta dan wilayah sekitarnya mengalami krisis tahu dan tempe. "Kami hanya bisa mengontrol perajin anggota Primkopti, tapi yang lain tidak bisa," katanya. Tohari juga mengaku untuk demo kali ini ia mengeluarkan uang yang tidak sedikit, sekitar Rp10 juta untuk keperluan pembuatan spanduk dan berbagai poster serta sewa kendaraan. Perajin tahu tempe di wilayah Jakarta Selatan sedikit beruntung dibanding perajin dari Jakarta Utara karena mereka tidak perlu urunan. Para perajin besar sudah menanggung biaya berdemo tersebut. Mengenai penyebab kenaikan harga kedelai, Tohari mengatakan, terjadi karena pasokan dari Amerika semakin berkurang. Informasi yang diperolehnya, AS mengurangi pasokan kedelai karena mereka saat ini berkonsentrasi mengembangkan jagung. "Jadi ini bukan ulah spekulan," katanya. Sementara China yang juga merupakan salah satu pemasok kedelai ternyata juga kemudian harus mengimpor dari AS. Kedelai lokal sendiri tidak berkembang karena insentif harga yang kurang memadai. Aksi demo itu cukup berhasil karena ada tujuh perwakilan pendemo akhirnya bisa diterima pihak istana yang diwakili Juru Bicara Presiden Andi Malarangeng, Menteri Pertanian Anton Apriantono dan Menteri Perdagangan Mari E Pangestu. Adji Gutomo dari Badan Kontak Pemuda Koperasi yang ikut dalam pertemuan tersebut mengatakan, Mendag berjanji akan berupaya untuk menurunkan bea masuk kedele. Langkah ini diharapkan dapat menstabilkan harga kedele. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008