Jakarta (ANTARA) -- Pada Ramadhan tahun ini, kegiatan intensifikasi pengawasan pangan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) terus berjalan sejak 22 April hingga 7 Juni 2019 mendatang, dengan tujuan untuk mengawasi peredaran produk pangan yang seringkali ditemukan kedaluwarsa atau tanpa mencantumkan label pada kemasannya.

Kepala Badan POM Penny K. Lukito menjelaskan, pihaknya menargetkan pengawasan pangan yang meliputi pangan tanpa izin edar (TIE), pangan kedaluwarsa, pangan rusak, serta pangan yang mengandung bahan berbahaya seperti formalin, boraks, rhodamin B, dan Methanyl Yellow.

“Pengawasan difokuskan pada sarana distribusi seperti ritel, gudang distributor, dan tempat penjualan pangan buka puasa/takjil yang biasanya berada di acara bazar Ramadhan,” lanjut Penny.

Penny menjelaskan, pedagang musiman yang menjual takjil atau makanan siap saji memiliki daya tahan kurang dari tujuh hari, tidak diwajibkan mencantumkan label dan/atau nomor izin edar pada kemasannya.

“Memang tidak diwajibkan untuk dikemas disertai dengan label pada kemasannya,” jelasnya.

Meskipun begitu, Badan POM melalui Balai Besar/Balai POM dan Kantor Badan POM di Kabupaten/Kota tetap melakukan uji sampling pada pangan yang berpotensi mengandung bahan berbahaya atau ilegal yang sering disalahgunakan, dan hasilnya akan dilaporkan ke Badan POM.

Badan POM tetap mengharuskan pedagang untuk memperhatikan keamanan serta kebersihan pangan yaitu higienis dan sanitasi dalam pengolahan maupun penyajiannya.

Sebagai upaya, Badan POM terus melakukan sosialisasi serta Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kepada penjual pangan siap saji/siap santap terkait keamanan pangan.

“Kami juga memberikan pembinaan terkait penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) seperti pengawet, pewarna, dan sebagainya yang telah memiliki izin edar serta jumlah maksimal yang harus dipatuhi dalam pemakaiannya,” tukasnya.

Hingga 10 Mei 2019 lalu, pada pelaksanaan intensifikasi pengawasan pangan tahap III, Badan POM menemukan 170.119 produk pangan rusak, kedaluwarsa, ilegal, dan Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK) yang didapat dari 796 sarana distribusi dengan total ekonomi mencapai 3,4 miliar rupiah.

Untuk pangan takjil, dari 2.804 sampel yang diperiksa, 83 sampel (2,96 persen) tidak memenuhi syarat yang dikelompokkan menjadi empat, yaitu agar-agar, minuman berwarna, mi, dan kudapan.

“Tidak hanya itu, ditemukan juga penyalahgunaan bahan berbahaya dalam pangan tersebut, yaitu formalin (39,29 persen), boraks (32,14 persen), dan rhodamin B (28,57 persen),” ujar Penny.

Berdasarkan kegiatan intensifikasi pengawasan pangan yang dilakukan, temuan pangan yang terdiri dari pangan kedaluwarsa, rusak, dan ilegal banyak ditemukan di Jayapura, Mimika, Palopo, Bima, Banda Aceh, Kendari, Gorontalo, Tangerang, Makassar, Baubau, dan Banjarmasin.

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2019