Malang (ANTARA News) - Areal tanaman kedelai di Indonesia saat ini mengalami penurunan yang cukup siginifikan, yaitu mencapai 40 persen dibandingkan dengan areal tanaman kedelai pada 1992 yang luasnya 1,1 juta hektar. Plant Breeder Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi) Indonesia di Malang, Astanto Kasno, Rabu, mengatakan saat ini areal tanaman kedelai di Indonesia hanya mencapai 600 ribu hektar. Padahal total kebutuan kedelai nasional saat ini mencapai 2,25 juta ton/tahun. "Banyak masyarakat yang enggan menanam kedelai. Selain itu banyak masyarakat yang cederung memilih kedelai impor yang bentuk fisiknya lebih besar dibandingkan dengan kedelai lokal," katanya. Menurut dia, sebetulnya saat ini Indonesia telah mempunyai varietas kedelai unggul yang kualitasnya melebihi varietas kedelai impor. Kedelai tersebut memiliki besaran dan kandungan protein di atas kedelai impor. Varietas kedelai besar yang dikembangkan oleh Balitkabi antara lain bernama Burangrang, Anjasmoro, Argomulyo, Panderman, Argopuro, Gumitir, Baluran, Bromo, Merubetiri, dan Mahameru. Selain unggul dalam besaran dan kandungan protein, kedelai biji besar temuan Balitkabi juga unggul pada volume panen yang mencapai dua ton per hektar. Masa tanam hanya memerlukan waktu 75 hari atau maksimal tiga bulan, sementara kedelai impor perlu waktu empat bulan. "Semua varietas kedelai sebetulnya telah tersedia sejak 1998, namun hingga saat ini banyak masyarakat petani yang enggan menanam verietas tersebut dan cenderung memilih kedelai impor yang harganya lebih murah," katanya menambahkan. Lebih lanjut ia menjelaskan, dengan enggannya masyarakat Indonesia menanam kedelai lokal, maka akan berimbas pada kebutuhan kedelai nasional sebagai bahan baku tempe dan tahu seperti saat ini. Kebutuhan nasional akan kedelai sebanyak 2,25 juta ton/tahun dan saat ini baru tercukupi sebanyak 650 ribu ton/tahun saja. Dengan kondisi seperti ini pemerintah harus mengimpor kedelai dari Amerika Serikat dan negara-negara Amerika Latin. "Kedelai lokal Indonesia sebetulnya lebih bagus untuk dibuat tempe dan tahu. Pasalnya kedelai lokal lebih segar dari panen, sementara kedelai impor umumnya kedelai hasil panenan beberapa tahun lalu dan sudah lama disimpan di gudang," katanya menegaskan. (*)

Copyright © ANTARA 2008