Jakarta (ANTARA News) - Komisioner non-aktif Komisi Yudisial (KY), Irawady Joenoes, menyatakan bahwa dirinya bertujuan untuk melakukan pembersihan aparat internal KY dengan membuktikan adanya upaya pemberian imbal jasa (fee) dalam pengadaan tanah untuk pembangunan gedung KY. "Dari staf, saya mendapat informasi bahwa pemilik tanah di Jalan Kramat menawarkan sejumlah uang bila tanahnya jadi dibeli, dari hal itu maka saya ingin membuktikan bahwa ada internal yang harus dibenahi," katanya saat menjadi saksi dalam persidangan kasus korupsi pengadaan tanah untuk gedung KY dengan terdakwa Freddy Santoso di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Jakarta, Jumat. Ia menjelaskan, pada rapat pleno KY yang berlangsung 25 Juli 2007 telah menyampaikan adanya sinyalemen tersebut dengan mengatakan bahwa ada indikasi pemilik tanah di Kramat menawarkan sejumlah uang bila tanahnya dibeli. "Waktu itu saya bilang hati-hati karena pemilik tanah datang ke staf saya dan menawari Rp7 miliar hingga Rp10 miliar bila harganya bagus. Logikanya dia menawari saya karena saya yang menolak tanah di kawasan itu, tidak aman," paparnya. Pada bagian lain kesaksiannya, Irawady menyatakan, keputusan pleno KY pada 28 Agustus 2007 untuk membeli tanah di Kramat Raya nomor 57 tidak berdasarkan semata-mata memo dari dirinya. "Saya menyimpulkan ada kelompok oportunis di KY. Ditambah dengan keluarnya surat tugas dari Ketua Komisi Yudisial pada 12 September 2007 yang memberi tugas untuk mensupervisi pekerjaan sekretariat jenderal dalam pengadaan barang maka saya harus pro aktif," ujarnya. Ia menjelaskan, karena bukan kewenangannya sebagai petugas penegak hukum, maka upaya yang dilakukannya untuk membuktikan adanya pihak internal KY yang harus dibenahi adalah dengan membuktikan adanya upaya pemberian uang itu. "Saya menjalankan peran sebagai agen provokator untuk mendukung dugaan saya itu. Sebagai agen provokator tentunya saya membujuk dan berpura-pura setuju dengan Freddy. Rencananya uang itu akan saya bawa ke kantor KY dan ke depan pimpinan KY sehingga tindakan pembersihan internal dapat dilakukan," ujarnya. Sementara itu, anggota majelis hakim, I Made Hendrakusuma, dalam persidangan yang berlangsung sejak pukul 15.30 WIB hingga 17.30 WIB itu mempertanyakan dalam upaya pembuktian pemberian uang saat pertemuan dengan Freddy di Jalan Panglima Polim III nomor 138 Jaksel, Irawady tidak membawa aparat KY atau penegak hukum lainnya, komisioner non aktif KY itu mengatakan sebetulnya persiapan sudah dilakukan. "Sebelum saya bertemu dengan Freddy sekitar pukul 12.00 WIB hingga pukul 13.00 WIB, saya berusaha bertemu dengan Jaksa Agung Muda tindak pidana khusus Hendarman Supandji, tapi karena ia tengah ada tamu dan khawatir Freddy tidak jadi maka akhirnya saya meminta staf saya untuk menghubungi Ketua KY dan mempersiapkan segalanya," ujar Irawady. Dijelaskannya, tujuan bertemu dengan Hendarman adalan meminta bantuan dua jaksa agar bisa mendampinginya, namun itu urung dilakukan karena tidak sempat bertemu dengan Hendarman. Menjawab pertanyaan Made Hendra yang lainnya, mengapa meletakkan tas berisi uang di kamar mandi dan tidak menyerahkan langsung kepada petugas dari Komisi Pemberantasan Korupsi saat petugas datang ke rumah di Panglima Polim, Irawady menyatakan mulanya para petugas itu disangka kawanan perampok. "Sebetulnya target saya bukan ingin memenjarakan Freddy, saya tidak ada urusan sama dia. Target saya adalah membenahi ketidakberesan aparat internal KY, karena selama ini dari sejumlah laporan audit keuangan ditemukan adanya beberapa penyimpangan termasuk pembuatan biaya perjalanan dinas fiktif dan selama ini tidak direspons oleh pimpinan," tegasnya. Menanggapi kesaksian Irawady, Freddy menyatakan ia tidak pernah menawarkan uang sebesar Rp7 miliar hingga Rp10 miliar. "Saya pun tidak pernah berinisiatif untuk bertemu dengan Pak Irawady. Yang meminta saya untuk bertemu adalah Ketua Panitia Pengadaan Pak Priyono yang katanya disuruh sama Sekjen KY," kata Freddy. Majelis hakim yang diketuai oleh Edward Pattinasarani akan melanjutkan persidangan pada Jumat (25/1) pekan depan dengan agenda pemeriksaan keterangan Freddy Santoso sebagai terdakwa. Freddy didakwa telah memberikan suap terhadap pejabat negara. Atas perbuatannya, ia dinilai melanggar hukum sesuai pasal 5 ayat (1) huruf b UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi pada dakwaan primair. Sedangkan pada dakwaan subsidair, Freddy dinilai melanggar hukum sesuai pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008