Jakarta (ANTARA News) - Perkara perdata dugaan penyelewengan dana beasiswa yang menjerat mantan Presiden Soeharto dan Yayasan Beasiswa Supersemar segera memasuki tahap kesimpulan. Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menangani perkara tersebut, Wahjono, Selasa, mengatakan penyampaian kesimpulan perkara tersebut akan dilakukan pada 29 Januari 2008. Kesimpulan akan disampaikan oleh masing-masing pihak, yaitu Jaksa Pengacara Negara sebagai penggugat dan tim kuasa hukum Soeharto sebagai tergugat. Kuasa hukum Soeharto, OC Kaligis mengatakan, pihaknya akan menyertakan sejumlah bukti tambahan dalam kesimpulan namun dia tidak bersedia merinci bukti tambahan yang dimaksud. Sementara itu, kuasa hukum Soeharto yang lain, Juan Felix Tampubolon menyatakan, Yayasan Beasiswa Supersemar dan Soeharto tidak pernah mengambil uang negara. Yang disebut keuangan negara, menurut Juan, salah satunya adalah uang yang disetor oleh Badan Usaha Milik Negara. Sementara itu, uang yang tidak disetor dan dialokasikan untuk kegiatan lain adalah bukan uang negara. Dalam hal ini, sebagian laba bersih bank-bank pemerintah yang dialokasikan untuk Yayasan Beasiswa Supersemar adalah uang yayasan. "Karena tidak masuk kas negara, pihak pemerintah tidak punya kapasitas, bukan pihak yang berkepentingan (untuk menggugat)," kata Juan. Gugatan perdata terhadap Soeharto dan Yayasan Beasiswa Supersemar diajukan terkait dugaan penyelewengan dana pada yayasan tersebut yang pernah diketuai Soeharto. Kejaksaan juga menuntut pengembalian dana yang telah disalahgunakan senilai 420 juta dolar AS dan Rp185,92 miliar, ditambah ganti rugi imateriil Rp10 triliun. Menurut Ketua Tim Jaksa Pengacara Negara (JPN) Dachmer Munthe, yayasan tersebut pada awalnya bertujuan menyalurkan beasiswa kepada pelajar dan mahasiswa kurang mampu sejak tahun 1978. Yayasan Supersemar menghimpun dana negara melalui bank-bank pemerintah dan masyarakat. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1976 tentang Penetapan Penggunaan Sisa Laba Bersih Bank-Bank Milik Pemerintah, yang kemudian diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 373/KMK.011/1978, serta Pasal 3 Anggaran Dasar Yayasan Supersemar, seharusnya uang yang diterima disalurkan untuk beasiswa pelajar dan mahasiswa, namun pada praktiknya tidak demikian dan telah terjadi penyelewengan. Penyelewengan dana itu, menurut JPN, merupakan perbuatan melawan hukum sesuai dengan pasal 1365 KUHPerdata. Sebelumnya pada 21 Agustus 2000 Kejaksaan Agung berupaya menyeret mantan Presiden Soeharto menjadi pesakitan dalam perkara pidana dugaan korupsi pada tujuh yayasan termasuk Yayasan Supersemar, namun upaya itu gagal karena Soeharto sakit dan dinyatakan tidak dapat diadili. Pada 11 Mei 2006, Kejaksaan Agung mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara (SKP3) HM Soeharto dan mengalihkan upaya pengembalian keuangan negara melalui pengajuan gugatan perdata. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008