Kita harus punya keterbukaan data soal udara. Sampai saat ini, data soal udara enggak mudah (didapat) semudah mengakses data cuaca..
Jakarta (ANTARA) - Juru Kampanye Energi Greenpeace Indonesia Bondan Ariyanu mengatakan data kualitas udara di seluruh wilayah semestinya mudah diakses secara terbuka oleh masyarakat.

"Kita harus punya keterbukaan data soal udara. Sampai saat ini, data soal udara enggak mudah (didapat) semudah mengakses data cuaca," katanya di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, keterbukaan dan kemudahan akses data soal kualitas udara itu sangat penting agar memudahkan dalam pengambilan langkah atau kebijakan.

"Kalau angkanya (kualitas udara) tidak sehat, apa yang harus dilakukan. Katakanlah harus pakai masker, dan sebagainya. Itu kan pemerintah yang punya kewenangan," katanya.

Data tersebut, kata dia, bisa digunakan pemerintah untuk memberikan edukasi kepada masyarakat untuk menyikapi dampak dari kualitas udara yang buruk.

Baca juga: Greenpeace: Jakarta kekurangan stasiun pantau kualitas udara

Bondan menjelaskan sebenarnya data yang dimiliki pemerintah, melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengenai kualitas udara hampir selaras dengan data Greenpeace.

"Katakanlah dengan PM2.5, semua sudah melebihi baku mutu. Bahkan, kami juga minta data untuk seluruh parameter, termasuk O3 dan PM10," katanya.

Berdasarkan parameter PM10 maupun O3 sejak 2011-2018, sebut dia, tingkat polusi sudah melebihi baku mutu.

"Artinya, sejak 2011 kita selama ini menghirup udara yang tidak sehat. Itu dari data DKI Jakarta sebenarnya," katanya.

Selain itu, kata dia, harus ada koordinasi yang baik antara Kementerian Kesehatan dan KLHK dalam penanganan dampak polusi udara yang merugikan masyarakat.

"Kami pernah melakukan aksi pada 2018. Kami bilang saatnya Kemenkes membuat aksi nyata dan edukasi publik perihal dampak polusi udara," katanya.

Akan tetapi, kata dia, Kemenkes ketika itu menjawab kewenangan mereka adalah pada "indoor air pollution" (polusi udara dalam ruangan), sementara polusi udara luar ruang kewenangan KLHK.

"Kami jadi agak bingung. Harusnya ada koordinasi antara mereka. Bicara udara di luar, pasti masuk ke dalam (ruang). Enggak mungkin kota di dalam ruangan terus, pasti keluar, dan sebaliknya," kata Bondan.

Baca juga: Pencemaran udara di pantura juga meningkat saat libur Lebaran
Baca juga: Anies sebut kendaraan bermotor sebabkan kualitas udara buruk

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019