Nusa Dua (ANTARA News) - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar, enggan menjelaskan alasan penetapan tiga pejabat Bank Indonesia (BI) sebagai tersangka kasus aliran dana BI. Di sela-sela konferensi kedua konvensi internasional antikorupsi (UNCAC) di Nusa Dua Bali, Selasa, Antasari beralasan khawatir kehilangan barang bukti apabila terlalu banyak membeberkan kasus itu. "Dulu saya tidak menetapkan tersangka, dimarahi. Sekarang kalau saya beberkan dan nanti kehilangan barang bukti, dimarahi lagi," ujarnya. Ia juga menolak untuk menjelaskan tindak lanjut penanganan kasus aliran dana BI yang diduga mengalir sampai ke DPR dan ke penegak hukum. Antasari berjanji untuk menjelaskan alasan penetapan tersangka tiga pejabat BI, yaitu Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, Direktur Hukum Oey Hoy Tiong, dan mantan Kabiro Gubernur Rusli Simandjuntak, pada Rabu siang di Kantor KPK, Jakarta. "Saya pulang hari ini karena banyak pertanyaan soal kasus BI. Besok siang kita akan jelaskan," ujarnya. Burhanuddin, Oey, dan Rusli pada 25 Januari 2008 ditetapkan sebagai tersangka pencairan dan penggunaan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) senilai Rp100 miliar oleh dewan gubernur BI. Pada 22 Juli 2003 rapat Dewan Gubernur BI yang dipimpin Burhanuddin Abdullah mengeluarkan persetujuan untuk memberikan bantuan peningkatan modal kepada YPPI senilai Rp100 miliar. Oey yang pada 2003 menjabat Deputi Direktur Hukum menerima langsung dana YPPI itu dari Ketua YPPI Baridjusalam Hadi dan Bendahara YPPI, Ratnawati Sari. Selanjutnya, Oey mencairkan cek dan menyerahkan uang tunai kepada pejabat BI yang saat itu terjerat kasus hukum dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), yaitu Gubernur BI Soedrajad Djiwandono, Deputi Gubernur BI Iwan R Prawinata, dan tiga Direksi BI, yaitu Heru Supraptomo, Hendro Budianto, dan Paul Sutopo. Pada pemeriksaan di KPK, Oey mengaku menyerahkan uang tersebut kepada para mantan pejabat BI. Namun, Oey mengaku tidak tahu lagi ke mana uang tersebut setelah diserahkan kepada mereka. Sedangkan sisanya, senilai Rp31,5 miliar diberikan oleh Rusli Simandjuntak kepada panitia perbankan Komisi IX DPR periode 2003 untuk penyelesaian masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan amandemen UU No 23 Tahun 1999 tentang BI. Pada pemeriksaan di KPK, mantan ketua sub panitia perbankan Komisi IX DPR, Antony Zeidra Abidin, yang disebut menerima uang itu dari Rusli, membantah aliran dana tersebut. Sementara itu, Dewan Penasehat BI yang juga pakar hukum pidana, Romli Atmasasmita, mengatakan dengan ditetapkannya Gubernur BI serta dua pejabat lainnya sebagai tersangka oleh KPK, bukan saja membuktikan bahwa aliran dana itu memang ada. "Kasus ini juga membuktikan bahwa ada yang salah dengan sistem di BI, karena terlalu independen," ujarnya.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008