Jakarta (ANTARA) - Tim eSports Rex Regum Qeon (RRQ) menyayangkan adanya fatwa haram Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh terhadap permainan daring PlayerUnknown's Battlegrounds atau PUBG.

Berdasarkan hasil sidang paripurna ulama III pada 17-19 Juni 2019, MPU menyimpulkan permainan PUBG tidak baik karena mengandung unsur kekerasan dan kebrutalan.

PUBG merupakan salah satu game online yang populer di Indonesia, yang juga dilombakan dalam kompetisi e-Sports. Game itu juga semakin populer setelah beredar versi untuk telepon seluler pada 2018.

"Rasanya sedih, sebab (kita) tidak bisa menghakimi dari satu aspek saja," ujar Andrian Pauline, Chief Executive Officer tim RRQ, pada ANTARA di Jakarta, Minggu.

Ia mengatakan ada banyak sisi positif dari bermain game yang kini mulai dipertandingkan sebagai eSports dan berpotensi jadi sumber pencaharian.

"Banyak gamer berhasil yang bantu ekonomi keluarga, gamer yang masih ikut kompetisi tapi edukasi juga tetap berjalan," kata Andrian, menambahkan game masih punya stereotipe buruk di mata sebagian masyarakat.

Ia berpendapat salah satu alasan di balik salah paham mengenai game PUBG adalah adanya gegar budaya mengenai game.

"Saya merasa ini culture shock, orang tidak paham lalu merasa ini salah," ujarnya.

Menurut Andrian, unsur kekerasan juga hadir di medium lain seperti tayangan hiburan televisi hingga film layar lebar.

"Tapi masyarakat tahu itu hiburan," tuturnya.

Ia menyayangkan jika hal ini terjadi saat industri game di Tanah Air mulai bertumbuh, bukan cuma sebagai hiburan, tetapi sebuah profesi menjanjikan.

"Itu (kepopuleran game) bukan pekerjaan sehari atau dua hari. Kalau di Amerika Utara atau Korea, industri game sudah besar banget."

Ia optimistis waktu akan mengikis kekhawatiran-kekhawatiran yang bermula dari stereotipe game. Dia berharap pemikiran masyarakat nantinya akan lebih terbuka dalam menanggapi hal tersebut.

"Kalau memang di Aceh tidak boleh, semoga itu tidak terjadi di tempat lain."

Sosialisasi

Tak kenal maka tak sayang, itulah mengapa RRQ juga ingin membuat sosialisasi agar orang bisa melihat game dari sudut pandang baru.

Bakal ada proyek sosialisasi ke kampus-kampus untuk menyebarkan informasi soal potensi peluang kerja di industri game.

"Kami akan mendatangi beberapa kampus pada semester kedua ini lalu mengadakan seminar-seminar," katanya.

Dia ingin kaum intelektual memahami bahwa game bukanlah "jebakan" menuju masa depan suram, melainkan sebuah kesempatan.

"Edukasi dan game bisa jalan bersamaan. Di sisi manajemen, kami butuh orang-orang pintar untuk menangani pemain, membuat program sampai strategi," katanya.

Untuk jangka panjang, dia ingin mengadakan sosialisasi serupa di sekolah-sekolah untuk menyasar generasi muda yang sedang mencari jati diri.

"Saya ingin bilang, gamer sukses bukan karena main 24 jam, tapi ada jadwal teratur dan pola hidup yang baik. Apa pun bisa dilakukan asal bisa membagi waktu dan tahu prioritas," ujar dia.

Dari sisi populasi serta infrastruktur yang semakin membaik, Andrian yakin industri game di Indonesia bisa mencetak banyak prestasi di masa mendatang.

Hari ini, tim eSports Bigetron (BTR) dari Indonesia berhasil menjadi runner up di Final PUBG Mobile Club Open 2019 South East Asia (PMCO SEA) League", di Indonesia Convention Center (ICE) BSD, Tangerang Selatan.

Kemenangan ini membuat tim Bigetron berhasil mengamankan tempatnya untuk bertanding dalam PUBG Mobile Club Open (PMCO) Global 2019 di Berlin, Jerman.

Baca juga: Tim eSports RRQ main bareng PUBG di Jakarta Fair 2019
 

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2019