Surabaya (ANTARA News) - Aktor kawakan Roy Marten alias Roy Wicaksono (55) mengaku polisi tidak bertanya apa-apa saat menangkap dirinya di salah satu hotel di Jalan Ngagel, Surabaya, Jawa Timur, pada 13 November 2007. "Saat saya dibangunkan, polisi hanya bilang saya dari Polwil. Kasat Reskoba juga bilang, saya harus ikut saja. Saya tak pernah ditanya, apakah saya pernah `pakai` atau tidak," katanya di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa. Roy mengemukakan hal itu berkaitan dengan penangkapannya oleh pihak Kepolisian Wilayah Kota Besar (Polwiltabes) Surabaya atas tuduhan memakai narkotika dan bahan obat berbahaya (narkoba) jenis Sabu-Sabu (SS). Dalam sidang pemeriksaan saksi-saksi di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Berlin Damanik SH, Roy mengemukakan hal itu untuk membantah keterangan saksi yang menangkap dirinya dari Polwiltabes Surabaya. Polisi yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kedua bagi terdakwa Roy Marten adalah Supinan, Hangky Juwana, dan Yusuf Mubarok. Ketiganya merupakan penangkap Roy Marten dan kawan-kawannya. "Saya yang membangunkan terdakwa. Saat itu, Roy bilang `ya saya tahu`, kemudian saya tanya masalah apa, dia terlihat bingung," kata Supinan, yang juga menjadi saksi untuk empat terdakwa lainnya. Dalam sidang yang dijubeli penggemar Roy Marten dan aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di bidang narkoba itu, ia mengaku, terdakwa yang pertama kali ditangkap adalah Hartanto alias Hong Kho Hong di kamar 364 di lantai ketiga. "Hong Kho Hong bilang ada Bang Roy di lantai atas, padahal kami tidak tahu kalau ada Roy. Kami hanya tahu Roy Marten memang ada di Surabaya, bahkan dia punya acara dengan Kapolri di Graha Pena," katanya. Roy saat ditangkap sedang menginap di kamar nomor 465 di lantai empat hotel tersebut. Namun, katanya, Roy diketahui sedang tertidur. "Saya sengaja tidak membangunkan, tapi saya naik ke lantai atas di kamar itu yang ternyata ada Freddy Mattatula, Windayani, dan Didit. Mereka bilang, semalam habis pesta SS," katanya. Setelah semua tersangka ditangkap, katanya, dirinya baru membangunkan Roy Marten. "Jadi, Roy yang paling akhir saya bangunkan," katanya. Ketika penasehat hukum Roy Marten, Sunarno Edy Wibowo SH MH, bertanya tentang barang bukti yang disita dari terdakwa, ia menjawab, "Tidak ada." Di ruang sidang lainnya, majelis hakim yang diketuai Armindo Pardede SH menyidangkan terdakwa Hong Kho Hong dengan tiga polisi yang menjadi saksi Roy Marten, bahkan sidang dengan terdakwa Hong Kho Hong dilaksanakan lebih dulu. Dalam sidang itu, ketiga polisi itu mengaku telah menyita 96 gram SS dari Hong Kho Hong dalam penggerebekan pada 13 November 2007, namun dari saku Hong Kho Hong hanya disita 1,6 gram SS. "Sisanya, termasuk 34,1 gram SS, yang ditemukan di mobil Hong Kho Hong, merupakan milik terdakwa Didit Kesit Cahyadi yang sedang dipesan Hong Kho Hong untuk seorang temannya di Jakarta," katanya. Ditanya majelis hakim tentang kemungkinan Roy Marten menjadi TO (Target Operasi), ia mengatakan, perintah dari pimpinan adalah mengincar Hong Kho Hong. "Kami tahu bahwa Roy ada di Surabaya, tapi kami tidak yakin bahwa Roy ada di hotel itu, karena Roy ada acara bersama Kapolri. Kami justru tahu ada Roy ada di hotel itu dari Hong Kho Hong," katanya. Dalam kesempatan itu, Hong sempat membantah pernyataan saksi bahwa dirinya menjadi TO. "Saya bukan TO, karena mereka tidak mengenal saya," katanya. Namun, pernyataan Hong itu diluruskan majelis hakim bahwa polisi yang mengejar TO memang tidak selalu mengenal orang yang dimaksud, melainkan hanya dari perintah pimpinan dan foto yang dibawa. Dalam persidangan itu, majelis hakim juga menghadirkan Didit Kesit Cahyadi yang berkas perkaranya dibuat terpisah. "SS untuk Hong itu saya peroleh dari K yang ada di LP Tangerang," kata Didit yang mendampingi Hong Kho Hong. Roy Marten sendiri didakwa JPU dengan dakwaan berlapis mulai dakwaan primer terkait pelanggaran pasal 71 ayat (1) jo pasal 60 ayat (2) UU 5/1997 tentang Psikotropika, dakwaan subsidair terkait pasal 71 ayat (1) jo pasal 62 UU 5/1997 tentang Psikotropika, dan dakwaan lebih subsidair terkait pasal 65 UU 5/1997 tentang Psikotropika. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008